Minggu, 23 Januari 2011

Referat Anak

GAGAL JANTUNG PADA ANAK
Nur Ilhaini Sucipto
Disusun untuk malaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soebandi Jember
Pembimbing: dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A.; dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp.A.; dr. Ramzi Syamlan, Sp.A.

PENDAHULUAN
Peristiwa gagal jantung pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat miokardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolik, termasuk pertumbuhan.(1,2) Keadaan ini timbul oleh kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena faktor mekanik yaitu kelainan struktur jantung pada penyakit jantung bawaan (PJB) maupun didapat yang menimbulkan beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) yang berlebih dan faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium seperti pada proses inflamasi atau gabungan kedua faktor di atas.(2,3) Pada stadium awal gagal jantung, terjadi berbagai macam mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi metabolik normal, ketika mekanisme tersebut menjadi tidak efektif, manifestasi klinis yang timbul akan semakin bertambah berat.(1)
Sampai saat ini belum ada data yang valid mengenai insidens gagal jantung akut pada anak.(4) Gagal jantung memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak tiap tahun di dunia, penyebab tersering adalah PJB. Menurut dr.Sukman Tulus Putra, SpA, Ketua Divisi Kardiologi Anak RSCM, penderita PJB 90% meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang dari satu tahun, sedangkan sisanya terjadi pada umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung pada umur 5-15 tahun umumnya kelainan jantung di dapat (diantaranya demam reumatik).(4,5)
Saat ini penentuan derajat gagal jantung masih menggunakan kriteria klinis gagal jantung yaitu kriteria Ross (kemampuan minum, laju jantung, laju nafas, dan keringat yang berlebihan) dan pada pemeriksaan penunjang non invasif yaitu ekokardiografi. Tetapi sayangnya penilaian secara klinis pada anak usia di bawah 3 tahun seringkali tidak spesifik karena infeksi paru juga dapat menunjukkan tanda-tanda yang sama. Sampai saat ini strategi yang efektif dan cost-effective masih terus dikembangkan untuk menegakkan diagnosis gagal jantung secara obyektif melalui pemeriksaan laboratorium pada penderita yang telah memiliki penyakit atau pada penderita yang memiliki risiko untuk terjadi gagal jantung. Diharapkan dengan strategi yang tepat memungkinkan klinisi memberikan terapi awal, mencegah atau paling tidak memperlambat terjadinya gagal jantung.(4)

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gagal jantung secara klasik dianggap sinonim dengan disfungsi pompa ventrikel kiri, biasanya bersifat progresif, berakhir dengan dilatasi, dinding tipis dan kontraktilitas yang buruk. Saat ini pengertian gagal jantung makin diperluas bukan hanya sebatas mekanisme pada jantung tetapi juga pada jalur-jalur yang mengakibatkan performa jantung menjadi abnormal. Sindrom klinis yang tampak merupakan manifestasi dari patofisiologi gagal jantung, yang meliputi interaksi yang kompleks antara sirkulasi, neurohormonal, dan kelainan molekuler.(4)
Gagal jantung didefinisikan sebagai keadaan patologis dimana jantung tidak mampu memompa darah cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.(1,3,6,7,8,9) Gagal jantung pada bayi dan anak merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh miokardium tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan.(1,2)

Etiologi
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:(2,3,10)
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau tekanan (afterload) akibat PJB atau didapat.
2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium, misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau difteri.
b. Otot jantung kurang makanan, seperti pada anemia berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal kardiomiopati.
Pada masa perinatal dan bayi, gagal jantung lebih sering disebabkan oleh cacat struktural, sedang pada anak yang lebih tua penyakit struktural atau miokardum dapat ditemukan.(3)

Etiologi Gagal Jantung pada Janin
Dengan adanya ekokardiografi, gagal jantung telah makin dikenali pada janin sebagai hidrops fetalis. Sementara sebelumnya penyebab yang paling sering adalah anemia hemolisis dari penyakit Rh, transfusi janin/ ibu atau anemia hipoplastik, baru-baru ini gagal jantung ternyata terkait dengan aritmia jantung. Sebab-sebab lain gagal jantung dalam uterus meliputi insufisiensi katup semilunar atau katup atrioventrikuler masif (kadang-kadang ditemukan pada janin dengan penyakit kanal atrioventrikuler komplit atau penyakit ebstein), fistula arteriovenous besar sistemik, penutupan foramen ovale premature, atau penyakit radang miokardium.(3)



Etiologi Gagal Jantung Masa Neonatal
Disfungsi miokardium pada masa neonatal relatif jarang dan hampir selalu dihubungkan dengan masalah-masalah perinatal lain seperti asfiksia, sepsis, hipoglikemi, atau cedera sistem organ lain. Pastilah ini karena sistem sirkulasi normal diperlukan dalam uterus sesudah tebal embrio tiga atau empat sel, abnormalitas berarti yang menghalangi kecukupan perfusi jaringan pada kehidupan janin berakibat aborsi spontan trimester pertama.(3)
Masalah-masalah struktural, yang tersembunyi dalam kandungan sementara sistem sirkulasi tersusun pararel dengan tahanan pulmonal yang tinggi, dapat menyebabkan kesukaran hemodinamik ketika duktus arteriosus menutup dan tahanan vaskular paru-paru turun. Gejala gagal jantung akibat meningkatnya tekanan jantung kiri pada neonatus, biasanya akibat stenosis aorta atau koarktasio aorta, akan tampak pada minggu pertama atau kedua. Sedangkan pada peningkatan tekanan berlebihan (pressure overload) pada jantung kanan biasanya penderita akan tampak sianosis akan tetapi tidak memperlihatkan gejala gagal jantung, karena foramen ovale paten menyebabkan berkurangnya tekanan jantung kanan akibat shunt (pirau) dari kanan ke kiri.(3)
Pada kehidupan minggu pertama dan kedua, tahanan vaskular paru-paru tinggi sehingga anak dengan hubungan sisi jantung kiri dan kanan biasanya tidak timbul gagal jantung. Namun pada minggu ketiga dan keempat, tahanan vaskular paru-paru telah cukup menurun sehingga L-R shunt (pirau dari kiri kekanan) yang nyata pada setinggi ventrikel atau pembuluh darah besar (misalnya duktus arteriosus paten, jendela aorta pulmonal atau trunkus arteriosus), atau pada setinggi ventrikel (misalnya defek sekat ventrikel, ventrikel tunggal, kanal atrioventrikular komplet), akan menyebabkan gagal jantung. Pada fistula arteriovenosa sistemik (biasanya di kepala dan hati) menimbulkan lesi beban volume berlebih dan dapat ditemukan gagal jantung sebelum masa perinatal karena tidak tergantung tahanan vaskular pulmonal.(3)
Variasi kelainan frekuensi jantung dapat juga menimbulkan gagal jantung, ketika frekuensi jantung terlalu cepat (takikardia supraventrikular paroksismal, flutter atrium, atau fibrilasi atrium), atau bila frekuensi terlalu rendah (blokade jantung kongental total). Kadang-kadang kelainan hematologis dapat menyebabkan gagal sirkulasi, anemia berat dapat menyebabkan gagal jantung curah tinggi, dan polisitemia yang berat dapat menyebabkan sindrom hiperviskositas.(3)



Etiologi Gagal Jantung Masa Bayi
Selama masa bayi gagal jantung biasanya disebabkan oleh masalah struktural, walaupun kelainan pada otot jantung kadang-kadang ditemukan. Pada umur empat minggu tahanan vaskular paru-paru biasanya sangat menurun, dan hubungan antara sirkulasi sistemik dan pulmonal, jika cukup besar, sering menyebabkan gagal jantung. Lesi beban volume berlebih dengan pirau dari kiri-ke kanan pada setinggi pembuluh darah besar (duktus arteriosus paten, trunkus arteriosus, atau jendela aorta pulmonal) menjadi bergejala pada umur ini. Gagal jantung dapat juga ditemukan pada anak dengan defek sekat ventrikel (VSD) besar sebagai lesi satu-satunya atau bersama dengan penyakit jantung yang lebih rumit, seperti transposisi arteri-arteri besar atau artresia trikuspidal. biasanya pirau setinggi atrium tidak menimbulkan gagal jantung, tetapi anomali muara vena balik pulmonal sering menimbulkan gagal jantung.(3)
Kelainan otot jantung yang ditemukan pada masa bayi meliputi fibroelastosis endokardial, penyakit glycogen storage tipe Pompe, miokarditis radang, kalsinosis koronaria, atau kadang-kadang anomali permulaan arteria koronaria kiri dari arteria pulmonalis dengan iskemia miokardium. Kardiomiopati metabolik, terutama defisiensi karnitin sistemik, kadang-kadang dapat ditemukan. Penyebab gagal jantung lain yang kurang sering selama masa bayi meliputi gagal ginjal, hipertensi sistemik, hipotiroidisme, penyakit Kawasaki dan kadang-kadang sepsis yang menumpangi.(3)



Etiologi Gagal Jantung Masa Anak-anak
Pada awal pertengahan masa anak-anak kebanyakan dari cacat kongenital telah mengalami perbaikan atau diringankan (palliated). Namun gagal jantung dapat ditemukan dengan makin bertambahnya regurgitasi katup atrioventrikular pada anak-anak dengan kanal atrioventrikular komplit atau sebagai akibat dari prosedur paliatif seperti pirau besar arteri sistemik ke pulmonal. Penyakit jantung didapat, seperti demam reumatik, miokarditis virus atau endokarditis bakterial dapat menimbulkan gagal jantung meliputi hipertensi akut (biasanya akibat glomerulonefritis), tirotoksikosis, toksisitas terapi kanker (termasuk radiasi atau doksorubisin (adriamycin)), anemia sel sabit, atau kor-pulmonal akibat fibrosis kistik.(3)



Patofisiologi

Gambar 1. Jantung dalam kondisi normal dan gagal jantung.7

Gagal Jantung Kanan
Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan ventrikel kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis). Oleh karena itu, darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di dalam vena kava sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut meninggi. Makin tinggi desakan darah dalam vena, vena makin mengembang (dilatasi).(10)
Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena jugularis eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang sangat, pinggir bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang membengkak ini konsistensinya keras, permukaannya licin, dan sering sakit tekan terutama pada linea mediana. Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung kanan.(10)
Timbunan darah venosa pada vena-vena di bagian bawah badan akan menyebabkan terjadinya udem. Mula-mula udem timbul pada tempat mata kaki (pada anak yang sudah berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya tekanan hidrostatis merupakan suatu faktor bagi timbulnya udem. Mula-mula, udem timbul hanya pada malam hari, waktu tidur, dan paginya udem menghilang. Pada stadium yang lebih lanjut, udem tetap ada pada waktu siang hari, dan udem tidak timbul pada mata kaki saja, tetapi dapat juga terjadi pada punggung kaki, paha, kulit perut, dan akhirnya pada lengan dan muka. Akibat selanjutnya dari timbunan darah ini adalah asites, dan asites ini sangat sering dijumpai pada anak yang menderita gagal jantung. Dapat juga terjadi hidrotoraks, meskipun pada anak agak jarang dijumpai. Bila hidrotoraks, terlalu banyak akan memperberat keadaan dispnea penderita.(10)
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan dilatasi dinding jantung kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Adanya dilatasi dinding ventrikel akan menambah keregangan miokardium sehingga akan memperkuat sistole yang berakibat penambahan curah jantung. Adanya dilatasi dan juga sedikit hipertrofi jantung akan menyebabkan pembesaran jantung atau disebut kardiomegali.(10)
Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan juga dilakukan dengan menaikkan frekuensi jantung (takikardi). Pada akhirnya kelemahan jantung kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga darah yang masuk ke dalam paru akan berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk bernapas lebih cepat guna mengimbangi kebutuhan oksigen, akibatnya terjadi takipnea.(10)

Gagal Jantung Kiri
Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu diastole mengalami hambatan akan menyebabkan tekanan pada atrium meninggi sehingga atrium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini semakin berat sehingga atrium kiri, disamping dilatasi juga mengalami hipertrofi karena otot atrium ini terus menerus harus mendorong darah yang lebih banyak dengan hambatan yang makin besar. Oleh karena dinding atrium tipis, dalam waktu yang relatif singkat otot atrium kiri tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya untuk mengosongkan atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai 24-34 mmHg, padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak mampu memompa darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari atrium kiri tidak tertampung di ventrikel kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena pulmonalis dan akhirnya terjadi udem pulmonum.(10)
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya tekanan didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah dari paru ke dalam atrium kiri terganggu atau terbendung. Akibatnya tekanan dalam vv.pulmonales meninggi, dan ini juga akan menjalar ke dalam kapiler di dalam paru, ke dalam arteri pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan.(10)
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah, bendungan dalam paru semakin berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya, ruangan di dalam paru yang disediakan untuk udara, berkurang dan terjadilah suatu gejala sesak napas pada waktu bekerja (dyspnoe d’effort). Disini, ventrikel kanan masih kuat sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar, sedangkan atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah, akibatnya bendungan paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak napas meskipun dalam keadaan istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak sering batuk-batuk. (10)
Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan ventrikel kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan terjadi kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah jantung, selain jantung memperkuat sistol karena adanya keregangan otot berlebihan, jantung juga bekerja lebih cepat, artinya frekuensi naik. Dengan demikian, terjadi takikardi. Oleh karena yang lemah adalah atrium kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut gagal jantung kiri.(10)
Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung yaitu:
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian dan kapasitas latihan maksimal.
3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)
4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon neurohormonal)



Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur dengan variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang kemampuan kapasitas latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI sampai kemampuan mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula. Ross dkk tahun 1922 mempublikasikan sistem skor untuk mengklasifikasikan gagal jantung secara klinis pada bayi (Tabel 6). Skor Ross ini disejajarkan dengan klasifikasi New York Heart Association (NYHA) (Tabel 5) dapat memberikan gambaran yang lebih rinci oleh karena peningkatan derajat beratnya gagal jantung sesuai dengan peningkatan kadar norepinefrin plasma dan kadar ini akan menurun setelah dilakukan koreksi ataupun setelah pemberian obat anti gagal jantung.



Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann dkk menganjurkan menggunakan klasifikasi lain (Tabel 7). Dengan menggunakan skor ini bila skor lebih dari 6 mempunyai korelasi yang bermakna terhadap menurunnya aktivitas adenilat siklase.



Manifestasi Klinik
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung adalah karena curah jantung rendah, adaptasi sistemik terhadap keadaan curah jantung rendah dan/ atau kongesti vena sistemik atau vena pulmonalis.(3) Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat cadangan jantung pada berbagai keadaan. Bayi yang sakit berat atau anak yang mekanisme kompensasinya telah sangat lelah pada saat dimana ia tidak mungkin lagi memperoleh curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh, akan bergejala pada saat istirahat.1 Walaupun fisiologi yang mendasari serupa, manifestasi klinik gagal jantung pada masa bayi dan masa anak-anak berbeda.(3)
Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Bayi
Pada bayi, gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan. Manifestasi klinis yang menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan berat jelek, keringat berlebihan, iritabilitas, menangis lemah, dan pernapasan berisik, berat dengan retraksi interkostal dan subkostal serta cuping hidung mengembang. Tanda-tanda kongesti kardiopulmonal mungkin tidak dapat dibedakan dengan tanda-tanda bronkiolitis , termasuk mengi sebagai tanda yang paling mencolok. Pneumonitis dengan atau tanpa atelektase sering ada, terutama lobus medius dan bawah kanan, karena kompresi bronkus oleh jantung yang membesar. Hepatomegali hampir selalu terjadi, dan selalu ada kardiomegali. Walaupun takikaria mencolok, irama gallop seringkali dapat dikenali. Tanda-tanda auskultasi lain adalah tanda-tanda yang dihasilkan oleh lesi jantung yang mendasari. Penilaian klinis tekanan vena jugularis pada bayi mungkn sukar karena leher pendek dan sukar diamati pada keadaan relaks. Edema dapat menyeluruh, biasanya melibatkan kelopak mata serta sacrum, dan jarang, kaki maupun telapak kaki. Diagnosis bandingnya tergantung umur.(1)
Kesukaran makan adalah gejala yang paling mencolok pada bayi dengan gagal jantung. Sementara bayi normal makan dengan penuh semangat, sering menyelesaikan makan dalam 15 atau 20 menit, bayi dengan gagal jantung makan lebih sukar. Perawatan diperpanjang dan dihubungkan dengan takipnea yang nyata dan keringat bertambah. Beberapa bayi berjuang selama 5-10 menit dan tertidur, hanya bangun satu jam atau lebih lama dengan tidak puas-puasnya lapar lagi. Yang lain agaknya lelah dan tertidur sesudah makan hanya 1 atau 2 oz. Agaknya kesukaran makan akibat dari gabungan antara upaya mengisap dan mempertahankan frekuensi pernapasan cepat, juga akibat dari cadangan jantung yang terbatas. Masukan kalori total pada keadaan ini dapat turun sampai dibawah 75 kkal/ kg/ hari, ini tidak cukup untuk mempertahankan pertumbuhan.(3)
Orangtua sering melihat keringat berlebihan (terutama ketika makan) yang tidak sebanding dengan suhu sekeliling atau pakaian. Ini disebabkan oleh bertambahnya aktivitas sistem saraf autonom dalam upaya memperbaiki kinerja (performance) miokardium.(3)
Pada pemeriksaan fisik anak hampir selalu takikardi dengan frekuensi jantung anak istirahat lebih dari 160 denyut permenit pada neonatus dan lebih dari 120 pada bayi yang lebih tua. Takikardi juga merupakan akibat bertambahnya katekolamin yang bersirkulasi yang memperbesar curah jantung dengan menambah kontraktilitas miokardium dan frekuensi jantung.(3)
Takipnea (frekuensi pernapasan istirahat lebih dari 60 pada neonatus atau lebih dari 40 pada bayi lebih tua) biasanya ada dan dikaitkan dengan bertambah kakunya paru-paru akibat bertambahnya cairan interstitial dari tekanan venosa paru-paru yang naik (udem pulmonal) atau aliran pirau besar dari kiri ke kanan. Ketika gagal jantung menjadi lebih berat, fungsi ventilasi dapat menjadi lebih terganggu dan dapat ditemukan kembang kempis cuping hidung (alae nasi), retraksi interkostal, dan dengkur. distensi vena leher tidak sering ditemukan pada neonatus, tetapi mungkin ditemukan pada bayi yang lebih besar. Tekanan vena sistemik naik akibat pembesaran hati, tetapi udem perifer tidak sering pada bayi dan hanya bersama dengan gagal jantung yang amat berat. Ekstrimitas dingin, nadi teraba lemah, dan tekanan darah arterial rendah dengan tekanan nadi sempit dapat ditemukan sebagai manifestasi dari curah jantung rendah. Ekstrimitas berbintik-bintik dan pengisian kembali kapiler lambat merupakan tanda-tanda gangguan vaskular yang lebih berat.(3)
Kadang-kadang, pemeriksaan dada menunjukkan mengi (wheezing) ringan yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis atau pneumonia dan dapat diperburuk dari penekanan jalan nafas oleh pembuluh darah paru yang mengembang. Ronki tidak sering kecuali bersama pneumonia, suatu hubungan yang tidak jarang.(3)
Penemuan pada pemeriksaan jantung bervariasi tergantung pada etiologi gagal jantungnya. Bayi dengan penyakit primer otot jantung biasanya dengan perikardium tenang: seseorang dengan gagal jantung dari beban volume berlebihan biasanya perikardium sangat aktif; seseorang dengan beban tekanan berlebihan dapat mempunyai thrill sistolik. Seringkali ada irama galop tetapi sukar dinilai pada frekuensi jantung yang cepat.(3)
Sinar-x dada hampir selalu menunjukkan kardiomegali; bila tidak ada harus merupakan tantangan diagnosis yang cukup serius. Pengecualian utama termasuk lesi obstruksi atrium kiri seperti kor triatriatum dan anomali total muara vena pulmonalis dengan obstruksi. Aliran darah pulmonal yang berlebihan ada pada mereka dengan gagal jantung akibat shunt besar dari kiri ke kanan, dan kekaburan difus karena kongesti vena paru ditemukan pada kebanyakan lainnya. Distribusi kembali aliran darah paru-paru ke lobus bagian atas tidak sering terjadi pada diafragma yang hiperekspansi dan datar, dan pembesaran atrium kiri dapat menyebabkan kolaps lobus bawah kiri.(3)
Elektrokardiogram jarang berguna dalam diagnosis, tetapi hampir selalu abnormal, dengan kelainan spesifik tergantung pada lesi penyebab gagal jantung. Ekokardiogram jarang berguna dalam penilaian fungsi ventrikel kiri. Fraksi pemendekan ventrikel kiri, interval waktu sistolik sisi kiri, dan angka pemendekan serabut melingkar sebagai fungsi stres dinding akhir sistolik telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi otot. Ekhokardiogram dapat juga mengesampingkan efusi perikardial. Dengan lesi beban volume berlebih kinerja miokardium mungkin normal; tanda-tanda dan gejala gagal jantung pada kasus ini disebabkan oleh beban volume jantung yang sangat besar bersama dengan fungsi miokardium normal atau bahkan meningkat.(3)
Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Anak-anak
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada anak yang lebih tua sangat serupa dengan tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada orang dewasa.(1,3) Tanda-tanda ini meliputi kelelahan, tidak tahan kerja fisik, batuk, anoreksia, dan nyeri abdomen.(1) Kesukaran bernafas merupakan tanda yang biasa dari dekompensasi ventrikel kiri pada anak akibat kongesti paru.(1,3) Ini biasanya tampak sebagai dispneu pada waktu pengerahan tenaga dan respon kesukaran bernafas yang bertambah berat pada pengerahan tenaga yang berat. Mula-mula penurunan kemampuan mungkin masih dalam kisaran variasi normal, tetapi akhirnya, ketika gagal jantung bertambah berat, anak mungkin mendapat kesukaran dengan tuntutan hidup sehari-hari, termasuk naik tangga di sekolah.(3)
Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal, dapat juga ada pada beberapa anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak dapat menderita ortopnea, memerlukan peninggian kepala diatas beberapa bantal pada malam hari.(1,3) Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi yang relatif lambat.(3)
Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung ringan atau sedang tampak tidak dalam keadaan distres, tetapi mereka yang menderita gagal jantung berat mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika mulainya gagal jantung relatif mendadak, anak mungkin tampak cemas tetapi perkembangan baik dan gizi baik; mereka yang mengalami proses lebih kronik biasanya tidak tampak cemas tetapi mungkin kurang gizi dan kurang energi.(3)
Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena naiknya aktifitas simpatis dan takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru . Curah jantung yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, berakibat dingin, pucat dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek.(3)
Kenaikan tekanan venosa sistemik dapat diukur dengan penilaian klinis tekanan vena jugularis dan pembesaran hati.1 Tekanan vena sistemik yang naik mungkin dideteksi oleh pelebaran (dilatasi) vena-vena leher dengan pulsasi vena dapat tampak di atas klavikula sementara penderita duduk. Hati mungkin membesar pada palpasi atau perkusi, dan jika pembesaran relative akut, mungkin tepinya lunak karena meregangnya kapsul hati.(3)
Anak-anak dapat juga menderita udem perifer. Mula-mula tanda-tandanya mungkin tidak kentara, tetapi bila telah ada kenaikan berat badan 10%, muka terutama kelopak mata, mulai tampak bengkak dan udem terjadi pada bagian tubuh yang tergantung atau dapat anasarka.1, 3 Udem yang sudah berjalan lama dapat menimbulkan kemerahan dan indurasi kulit., biasanya diatas betis dan pergelangan kaki. Eksudasi cairan ke dalam rongga-rongga tubuh dapat ditemukan sebagai asites dan kadang-kadang hidrothoraks.(3)
Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada kardiomegali.(1,3) Sering ada irama gallop, tanda-tanda auskultasi lain khas untuk lesi jantung spesifik.1 Impuls jantung mungkin tenang bila ada penyakit otot jantung primer (missal, miokarditis atau kardiomiopati), tetapi biasanya hiperaktif bila gagal kongestif disebabkan oleh beban volume berlebih dari pirau kiri ke kanan atau regurgitasi katup atrioventrikula. Suara jantung ketiga yang terjadi dalam mid diastol mungkin merupakan tanda normal pada anak tetapi sering bersama dengan bertambahnya kekakuan ventrikel pada mereka yang dengan penyakit jantung. Pulsus alternans ditandai irama teratur dengan pulsasi kuat dan lemah berselang-seling, kadang-kadang dapat dirasakan, tetapi lebih mudah dinilai sementara mengukur tekanan darah sistemik atau pemantauan tekanan darah. Pulsus alternans diduga disebabkan oleh perubahan pada volume ventrikel kiri, akibat pemulihan miokardiumnya tidak sempurna pada denyut yang berselang-seling. Pulsus paradoksus (turunnya tekanan darah pada inspirasi dan naik pada ekspirasi), akibat irama tekanan intrapulmoner yang mencolok yang mempengaruhi pengisian ventrikel (seperti pada tamponade pericardium), kadang-kadang ditemukan pada anak yang lebih tua.(3)
Pada anak, sinar-x dada hampir selalu menunjukkan pembesaran jantung. Gambaran aliran arteria pulmonalis normal terbalik (yaitu, aliran ke dasar paru- paru bertambah dibandingkan dengan yang di apeks). Bila tekanan kapiler melebihi 20-25 mmHg, udem pulmonum interstisial mungkin terjadi, menyebabkan kekabutan seluruh lapangan paru-paru terutama pada “gambaran kupu-kupu” sekitar hilus. Ini dapat menimbulkan garis Kerley, kepadatan linier tajam pada septum interlobarus.(3)
Pada gagal jantung kronik, proteinuria dan berat jenis kencing yang tinggi merupakan penemuan biasa, dan mungkin ada kenaikan urea nitrogen dan kreatinin darah, akibat menurunnya aliran darah ginjal. Kadar natrium darah dalam kencing biasanya kurang dari 10 mEq/L. angka elektrolit serum biasanya normal sebelum pengobatan tetapi hiponatremi, akibat bertambahnya retensi air, mungkin ditemukan pada gagal jantung lama yang berat. Hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak dapat menyebabkan kelainan hati dan/ atau kenaikan bilirubin pada keadaan yang jarang.(3)

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi foto dada, elektrokardiografi, ekhografi, analisis gas darah, dan melihat petanda biologis gagal jantung.(2,10)

Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai adanya: (2)
- sesak napas,
- kesulitan minum/ makan,
- bengkak pada kelopak mata dan atau tungkai,
- gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada kasus kronis),
- penurunan toleransi latihan, maupun keringat berlebihan di dahi.

Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, antara lain:
- Kompensasi karena fungsi jantung yang menurun maka akan tampak:(4)
o takikardia,
o irama galop,
o peningkatan rangsangan simpatis, keringat dan kulit dingin/ lembab,
o kardiomegali serta
o gagal tumbuh.
- Tanda kongesti vena pulmonalis (gagal jantung kiri)(2,4)
o takipnea,
o ortopnea,
o wheezing atau ronki pada auskultasi paru,
o batuk.
- Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)(2,4)
o peningkatan tekanan vena jugularis,
o Edema perifer: palpebra udem pada bayi, udem tungkai pada anak,
o Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul.

Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi:(2,4)
- Foto toraks
- EKG
- Ekokardiografi
- Analisis gas darah
- Darah rutin
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali bukan selalu berarti adanya gagal jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan adanya edema paru, atelektasis regional, dan kemungkinan adanya penyakit penyerta seperti gambaran pneumonia. Elektrokardiografi dapat membantu menentukan tipe defek, adanya sinur takikardia, pembesaran atrium dan hipertrofi ventrikel, tetapi tidak untuk menentukan apakah terdapat gagal jantung atau tidak. Analisis gas darah dapat menunjukkan adanya asidosis metaboik disertai dengan peningkatan kadar laktat sebagai hasil dari metabolisme anaerob di dalam tubuh. Ekokardiografi dapat secara nyata menggambarkan stuktur jantung, data tekanan, dan status fungsional jantung sehingga dapat mengetahui pembesaran ruang jantung dan etiologi.(2,4)

Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada pengertian mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang menyebabkan kegagalan jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan. Untuk mereka yang dengan penyakit struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang memperburuk yang dapat merupakan penyebab yang mempercepat gagal jantung (misalnya demam, disritmia, dan anemia), pengenalan dan pengobatan segera dapat mengahsilkan perbaikan yang dramatis. Jika ada lesi anatomik spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk tindakan pembedahan paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau upaya lain yang memperbaiki tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin berlebih, masalah mekanik sering memerlukan penyelesaian mekanik. Namun jika pembedahan tidak tersedia atau tidak memadai, tersedia bermacam-macam cara umum dan farmakologis untuk memperbaiki keadaan klinik penderita.(3)

Penatalaksanaan Umum:
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.(1,2,3)
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung dewasa, namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak tenaga atau isometrik harus dihindari, namun tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus sangat dibatasi. Saat masa tirah baring seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan kegiatan ringan yang mereka sukai yang dapat dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak berteriak-teriak tidak terkendali).3 Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.(2)
2. Penggunaan oksigen.(2,3)
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung dengan udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang mendasari dengan hipoksemia kronik.(3) Diberikan oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi saluran nafas keluar.2 Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan gagal jantung kronik.(3)
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.(2)
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3) dari kebutuhan.
Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran penting dalam penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung yang parah.(1,3.10)
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori karena kebutuhan metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori tinggi, bukan makanan dengan volume yang besar karena anak ini ususnya terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk membantu ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan yang cukup.(10)
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara teratur terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, kesadaran dan keseimbangan asam basa.(2)
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada.(2)
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam, akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan peningkatan perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr % berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak yg mengalami gagal jantung kiri.12 Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan jika udem paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal jantung atau kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya diberikan antibiotika profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
8. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila diberikan makanan pipa yang terus-menerus.(1,2)
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk membuat generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun demikian, dipegang beberapa prinsip umum. Secara farmakologis, pengobatan adalah pendekatan tiga tingkat, yaitu:(3)
1. Memperbaiki kinerja pompa jantung
2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretik (pegurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan transplantasi jantung.(3) Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan kesadaran.(2)




Gambar 2. Efek obat anti gagal jantung dalam hubungannya dengan hukum frank starling dan fungsi ventrikel.(4)
Meningkatkan Daya Kerja Jantung
Digitalis merupakan obat anti gagal jantung yang paling banyak dipakai pada bayi dan anak. Prinsip efek farmakologik digitalis ialah meningkatkan kontraksi otot jantung (inotropik positif) dan memperlambat frekuensi denyut jantung (kronotopik negatif). Efek ini menyebabkan curah jantung meningkat, desakan vena sentralis menurun dan ruangan jantung mengecil.(1,2) Dengan membaiknya sirkulasi terjadi diuresis (pra beban menurun) sehingga curah sekuncup meningkat.
Dianjurkan supaya selalu memakai satu macam preparat saja yang dapat diberikan peroral maupun parenteral supaya memperoleh pengalaman dan mudah mengenal tanda-tanda intoksikasinya. Preparat yang dianjurkan untuk bayi dan anak ialah digoksin, karena preparat ini dapat digunakan secara oral maupun parenteral. Secara oral, digoksin dapat diserap antara 60-85%. Juga dapat digunakan pada keadaan gawat darurat maupun dalam keadaan kronis. Efek maksimal terjadi pada sekitar 2-6 jam sesudah pemberian per oral, efek awal dapat dilihat sesudah 30 menit pemberian. Bila obat diberikan secara intravena, efek awal terlihat pada sekitar 15-30 menit, dan efek puncak terjadi pada sekitar 1-4 jam. Sebagian terbanyak dari dosis inisial dieksresikan melalui ginjal dalam waktu 24 jam dan menghilang dari tubuh dalam waktu 48-72 jam.(1,2,10)
Pemakaian digitalis harus hati-hati karena respons dan toksisitas bersifat individu dan juga sempitnya batas antara dosis terapi dan dosis toksis. Dosis disesuaikan dengan respons penderita. Pada inflamasi miokardium, pasca operasi jantung dan bayi prematur, umumnya sensitivitas miokardium meningkat terhadap digitalis. Untuk menghindari efek buruk digitalis maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut:(1,2,10)
1. Instruksi harus jelas tentang macam preparat dan cara pemberian, harus ditulis.
2. Lakukan EKG sebelum pemberian digoksin untuk membedakan apakah perubahan EKG yang mungkin terjadi akibat digitalis atau akibat penyakitnya.
3. Jika mungkin periksa kadar K dan Ca++ karena pada hipokalemi dan hiperkalsemi, mempercepat keracunan digitalis. Karena hipokalemi relatif sering pada penderita yang mendapat diuretik, maka diuretik harus dipantau dengan ketat pada penderita yang mendapat diuretik yang memboroskan kalium (furosemid).
4. Untuk penderita gagal jantung dengan udem, gunakan cara suntikan intravena.
5. Gunakan dosis efektif paling rendah.
6. Perhitungan dosis harus juga cermat. Dikenal 2 cara pemberian: dosis digitalisasi (dosis inisial) dan rumatan.
a. Pada digitalisasi (dosis inisial),
setengah dosis digitalisasi total diberikan segera pada permulaan, 6-8 jam kemudian seperempat dosis digitalisasi total dan sisanya 6-8 jam kemudian.10 Kadang-kadang untuk memperoleh efek digitalisasi yang maksimal diperlukan dosis keempat yang sama dengan dosis ketiga. EKG harus dipantau dengan ketat dan irama ekg diambil sebelum setiap pemberian masing-masing pemberian digitalisasi tersebut. Digoksin harus dihentikan jika ditemukan gangguan irama baru.(1)
b. Rumatan
Terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi penuh.1 Dosis harian dibagi dalam dua bagian dan diberikan pada interval 12 jam agar kadar darah kurang lebih tetap dan fleksibilitasnya lebih besar pada kasus keracunan. Dosis rumat adalah 1/5-1/3 dari dosis digitalisasi total.Dosis maksimum untuk rumatan adalah 2 x 0,125 mg atau 2 x ½ tablet digoksin.1,10 Untuk penderita yang yang pada mulanya didigitalisasi secara intravena, digoksin rumat dapat diberikan secara oral jika makanan oral dapat diterima. Karena penyerapan dari saluran pencernaan kurang pasti, dosis rumat oral biasanya 20-25% lebih tinggi daripada jika digoksin digunakan secara parenteral. Dosis digoksin harian normal untuk anak yang yang lebih tua (umur lebih dari 5 tahun) yang dihitung dengan berat badan harus tidak melebihi dosis dewasa biasa 0,2-0,5 mg/24 jam.(1)
7. Pada kasus yang tidak begitu berat,pemberian digitalis dapat langsung dengan dosis rumatan.
Tanda bahwa digitalis berefek antara lain:(10)
1. Frekuensi jantung dan respirasi berkurang
2. Hepar mengecil
3. Perasaan lebih enak
4. Volume urin 24 jam bertambah
Keracunan digitalis yang mudah terjadi karena sempitnya batas dosis optimum dan dosis toksik, dapat menyebabkan kematian. Faktor predisposisi keracunan digitalis adalah hipokalemia. Hipokalemia sering terjadi pada pemberian diuretik yang kuat, pada anak dengan muntah-muntah, pada terapi steroid. Oleh karena itu, bila pada anak diberi digitalis kombinasi dengan diuretik, jangan lupa memberi preparat kalium.10
Kadar kalsium yang tinggi juga dianggap menambah sensitivitas miokardium terhadap digitalis. Oleh karena itu, pada waktu pemberian digitalis jangan sekali-kali diberi kalsium secara intravena, pemberian ini dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Gejala klinik keracunan digitalis antara lain: (10)
- Mual muntah
- Takiaritmia, blokade atrioventrikular
Penanganan intoksikasi digitalis antara lain:(10)
1. Hentikan pemberian digitalis
2. Hentikan pemberian diuretik
3. Lakukan pemantauan EKG terus menerus
4. Obati segala aritmia yang timbul, bradikardia bila ada dapat diatasi dengan atropin 0,01 mg/kg/dosis im. Jika tidak ada perbaikan, dapat diberikan dilantin 1 mg/kg iv perlahan-lahan dalam 1—2 menit yang dapat diulangi tiap 5 menit sampai ada perbaikan atau telah mencapai 10 dosis.
5. Periksa kadar elektrolit dan beri kalium seperlunya sampai kadar kalium mencapai harga normal, kalium diberikan per os 1—2 gr/hari. Pada keracunan berat dapat diberikan infus yang mengandung kalium, jangan melebihi 80 mEq/kg/jam.
6. Pikirkan untuk melakukan transfusi tukar
Sampai kapan digitalis harus diberikan, belum ada persesuaian pendapat. Pada bayi setelah gagal jantung teratasi, digitalis dilanjutkan kadang -kadang sampai 2 tahun. Keadaan klinik dan penyakit primer sangat penting sebagai patokan pemberhentian pengobatan.
Penderita yang tidak sakit berat dapat didigitalisasi pada mulanya dengan secara oral, dan pada kebanyakan digitalisasi diselesaikan dalam 24 jam. Bila diinginkan digitalisasi lambat, misalnya pada masa segera pasca bedah, skema memulai rumat digoksin tanpa dosis inisial sebelumnya, akan mencapai digitalisasi dalam 7-10 hari. Hal ini sering dapat dilakukan pada penderita rawat jalan.(1)
Jika bayi membaik dengan memuaskan dengan digitalis selama beberapa bulan dan kebutuhan obat tampak mengurang (misal, VSD yang menjadi semakin kecil), dosis tidak ditambah meskipun berat anak bertambah. Jika keadaan klinis menguatkan, obat akhirnya dihentikan.(1)
Pengukuran kadar digoksin serum berguna pada beberapa keadaan:(1)
1. Bila dosis baku digoksin tidak mempunyai pengaruh terapeutik yang bermanfaat
2. Bila jumlah digoksin yang diberikan tidak diketahui atau tertelan secara tidak sengaja
2. Bla fungsi ginjal terganggu atau jika ada kemungkinan interaksi obat (misal quinidin)
3. Bila ada masalah berkenaan dengan kepatuhan
4. Bila dicurigai ada keracunan
Darah biasanya diambil segera sebelum satu dosis tetapi minimum 4 jam sesudah dosis terakhir sehingga telah terjadi keseimbangan jaringan/ plasma. Kadar darah normal pada bayi sekitar 2-4 ng/ml dan pada anak yang lebih tua 1-2 ng/ml. melebih kadar ini biasanya tidak aka nada tambahan yang berarti pada manjemen gagal jantung dan hanya akan menambah risiko keracunan. Pada kecurigaan adanya keracunan, kadar digoksin serum yang tinggi tidak dengan sendirinya didiagnosis keracunan tetapi harus diartikan sebagai pelengkap terhadap tanda-tanda klinis dan EKG lain (gambaran irama dan hantaran). Nausea dan muntah agak kurang sering pada penderita pediatri. Hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia, radang jantung karena miokarditis, dan prematuritas semuanya dapat memperkuat keracunan digitalis. Aritmia jantung yang terjadi pada anak yang minum digitalis juga dapat akibat penyakit primernya bukannya akibat obat. Namun setiap bentuk aritmia pasca pemberian terapi digitalis harus dianggap obat sampai terbukti lain. Dosis berikutnya harus dihentikan sampai masalahnya teratasi.(1)
Mengurangi Beban Kerja Jantung
Istirahat setengah duduk (450) bertujuan untuk menurunkan prabeban sehingga bendungan yang terjadi akan berkurang. Vasodilator bekerja dengan cara mengurangi prabeban (golongan venodilator) karena dapat menurunkan tonus vena sistemik,dan/ atau beban pasca (golongan arteriodilator) dengan cara mengurangi tahanan vaskuler perifer, sehingga dapat memperbaiki kinerja miokardium. Pemberian vasodilator memerlukan pengamatan yang ketat terhadap pengisian jantung dan tekanan darah arteri. Pengurang beban pasca terutama berguna pada anak dengan gagal jantung akibat kardiomiopati dan pada beberapa penderita dengan insufisiensi mitral dan aorta berat. Mereka dapat juga efektif pada penderita dengan gagal jantung akibat pirau dari kiri ke kanan. Obat ini biasanya tidak digunakan bila ada lesi stenosis saluran aliran keluar ventrikel kiri. Obat pengurang beban pasca paling sering digunakan bersama dengan obat-obat anti kongestif lainnya, seperti digoksin dan diuretik.(1)
Vasodilator terdiri dari: (1)
- vasodilator arterioral (hidralazin),
- vasodilator venodilator (nitrogliserin, isosorbid dinitrat), dan
- gabungan (ACE inhibitor).
1. Nitroprusid
Nitroprusid hanya diberikan pada pelayanan di ruangan intensif dan spendek mungkin. Waktu paruh intravenanya yang pendek membuatnya ideal untuk memberikan dosis sedikit demi sedikit pada penderita yang sakit berat. Vasodilatasi arteri perifer dan pengurangan beban pasca merupakan pengaruh utamany, tetapi dilatasi vena menyebabkan pengurangan aliran vena balik pada jantung yang mungkin menguntungkan. Tekanan darah harus terus menerus dipantau dengan cara-cara intra arterial, karena hipotensi mendadak dapat terjadi pada kelebihan dosis. Nitroprusid terkontraindikasi bila sebelumnya telah ada hipotensi. Ketika obat dimetabolisasi, dihasilkan sejumlah kecil sianida dalam sirkulasi, yang didetoksifikasi dalam hati menjadi tiosianat yang dieksresikan dalam urin. Namun, bila diberikan dosis tinggi nitroprusid selama beberapa hari, gejala-gejala keracunan akibat racun tiosianat dapat terjadi, seperti kelelahan , nausea, kehilangan orientasi, dan spasme otot. Jika peggunaan nitroprusid lama, kadar tiosianat darah harus dipantau: nilai > 10µg/dL sesuai dengan gejala klinis keracunan.(1)
2. Hidralazin
Hidralazin merupakan relaksan otot polos arterioler langsung dan sebenarnya tidak berpengaruh pada prabeban. Kadang-kadang diberikan bersama dengan obat venodilatasi, seperti salah satunya adalah derivate nitrat. Dosis hidralazin oral yang biasa adalah 0,5-7,5 mg/Kg/24 jam dalam tiga dosis terbagi. Banyak penderita yang semakin lama memerlukan dosis yang semakin lama semakin besar agar pengaruh dilatasi perifernya bertahan (takifilaksis). Reaksi yang merugikan pada hidralazin adalah nyeri kepala, palpitasi, nausea, dan muntah. Lagipula lupus eritematous sistemik kadang-kadang terjadi sesudah pemberian dosis besar hidralazin selama masa yang lama, manifestasi ini refersibel bila obat dihentikan.(1)
3. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target. Untuk memulai pengobatan gagal jantung dengan penghambat ACE, dianjurkan prosedur berikut:(14)
1. Jika pasien telah menggunakan diuretik, turunkan dosisnya atau hentikan selama 24 jam
2. Pengobatan dimulai di petang hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari terjadinya hipotensi
3. Pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target, biasanya dengan peningkatan 2 kali lipat setiap kalinya
4. Jika fungsi ginjal mempburuk bermakna hentikan pengobatan
5. Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi
6. Tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar K harus diperiksa 1-2 minggu setelah pengobatan dimulai dan tiap peningkatan dosis. Pada 3 bulan dan selanjutnya tiap 6 bulan.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan angioedema. Yang termasuk golongan penghambat ACE antara lain, kaptopril, enalapril, kuinapril, fosinopril, lisinopril, perindropril, ramipril.
Kaptopril merupakan penghambat enzim pengubah angiotensin yang aktif secara oral (angiotensin-converting-enzyme= ACE) yang menyebabkan dilatasi arteria yang mencolok. Dengan memblokade angiotensin II, berakibat pengurangan beban pasca yang bermakna. Venodilatasi dan akibatnya pengurangan prabeban telah dilaporkan juga. Obat ini juga mengganggu produksi aldosteron dan karenanya juga membantu mengendalikan retensi garam dan air. Dosis oral adalah 0,5-6 mg/kg/ 24 jam dierikan pada dosis terbagi 2-3 kali.1 Obat ini biasanya diberikan pada gagal jantung akibat beban volume, kardiomiopati, insufisiensi mitral atau aorta berat, pirau dari kiri ke kanan yang besar. Obat ini menyebabkan retensi kalium sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan bersamaan dengan diuretik yang bersifat penahan kalium (spironolakton).(2) Reaksi kaptopril yang merugikan adalah hipotensi dan sekuelenya (misalnya sinkop, lemah dan pusing). Ruam pruritis makulopapuler ditemukan pada 5-8% penderita, tetapi obat dapat dilanjutkan karena ruam seringkali menghilang secara spontan dikemudian. Neutropenia dan keracunan ginjal juga terjadi.(1)
Mengurangi Beban Volume
Diuretik dipergunakan untuk mengurangi prabeban. Obat ini mengganggu penyerapan kembali air dan natrium oleh ginjal, yang berakibat penurunan volume darah yang bersirkulasi dan karenanya mengurangi kelebihan cairan dalam paru-paru dan tekanan pengisian ventrikel. Obat ini sering harus digunakan bersama dengan terapi digitalis pada penderita dengan gagal jantung berat. Obat yang dapat digunakan diantaranya: (1)
1. Furosemid
Furosemid adalah diuretik yang paling sering digunakan pada penderita gagal jantung. Obat ini menghambat penyerapan kembali natrium dan klorida pada tubulus distal dan lengkung henle. Penderita yang memerlukan dieresis akut harus diberikan furosemid intravena atau intramuskuler pada dosis awal 1-2 mg/kg. Hal ini biasanya menyebabkan dieresis cepat dan perbaikan segera status klinis, terutama jika ada gejala kongestif paru. Terapi furosemid lama diresepkan pada dosis 1-4 mg/kg/ 24 jam diberikan antara 1 dan 4 kali sehari. Pemantauan elektrolit yang teliti perlu pada terapi furosemid jangka lama karena mungkin ada kehilangan kalium yang berarti. Penambahan kalium klorida biasanya diperlukan, kecuali kalau diuretik penghemat kalium spironolakton diberikan bersama-sama. Bila furosemid diberikan setiap selang sehari, penambahan kalium dalam diet mungkin cukup untuk mempertahankan kadar kalium serum normal. Pemberian furosemid lama dapat menyebabkan kontraksi ruangan cairan ekstraseluler, menimbulkan “alkalosis kontraksi”. Pada keadaan ini asetazolamid, inhibitor karbonik anhidrase mungkin berguna.
2. Spironolakton
Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar retensi kalium. Biasanya diberikan secara oral 2-3 mg/kgBB/24 jam dalam 2-3 dosis terbagi, merupakan diuretik hemat kalium. Kombinasi spirnolakton dan klorotiazid biasanya digunakan untuk kenyamanan karena mereka menghilangkan kebutuhan penambahan kalium yang sering kurang ditoleransi.
3. Klorotiazid
Klorotiazid kadang-kadang digunakan untuk dieresis pada anak dengan gagal jantung kurang berat. Kerjanya obat ini kurang cepat dan kurang poten disbanding dengan furosemid dan obat ini mempengaruhi penyerapan kembali elektrolit hanya dalam tubulus ginjal. Dosis biasanya adalah 20-50 mg/ kg/ 24 jam dalam dosis terbagi. Penambahan kalium sering diperlukan jika obat ini digunakan sendirian.

Agen Inotropik Lain
Amin simpatomimetik, katekolamin, dan simpatomimetik lain dapat memperbaiki curah jantung yang rendah dengan berinteraksi dengan reseptor beta, menyebabkan kenaikan kontraktilitas dan frekuensi jantung.(3)
1. Agonis Adrenergik-β
Isoproterenol, suatu preparat intravena yang digunakan untuk mengobati curah jantung rendah, mempunyai pengaruh adrenergik-β sentral maupun perifer, juga mengurangi beban pasca jantung, memperbesar kontraktilitas, menaikkan frekuensi jantung, dan menyebabkan vasodilatasi.(1,3) Obat diberikan di dalam ruang perawatan intensif, padanya dosis dititrasikan antara 0,01 dan 0,5 µg/kg/menit. Penentuan tekanan darah arterial dan frekuensi jantung terus menerus merupakan keharusan, dan pengukuran curah jantung dengan kateter termodilusi pulmonal dapat juga membantu penilaian kemanjuran obat.1 Kerugian utama isoproterenol adalah mempunyai pengaruh kronotropik yang kuat sehingga menyebabkan takikardi yang bermakna, yang dapat mengganggu perfusi koroner, oleh karena itu, ia tidak boleh digunakan pada penderita yang telah menderita takikardia bermakna.(1,3) Kerugian inilah yang membatasi penggunaan kliniknya.(3) Anak-anak yang mendapat isoproterenol harus dipantau secara teliti untuk depolarisasi prematur atrium atau ventrikel. Seringkali, saat pengobatan isoproterenol atau agonis adrenergik-β dihentikan, terapi digoksin ditambahkan untuk pengaruh inotropik selanjutnya.(1)
Dopamin mempunyai pengaruh kronotropik dan aritmogenik lebih kecil daripada isoproterenol. Obat ini menimbulkan vasodilatasi ginjal selektif, terutama berguna pada penderita dengan fungsi ginjal terganggu yang sering dijumpai dengan curah jantung rendah. Pada dosis 2-10 µg/kg/menit, dopamin menyebabkan kenaikan kontraktilitas dengan sedikit vasokonstriksi perifer. Namun jika dosis ditambah diatas 15 µg/kg/menit, pengaruh adrenergik-α perifernya dapat menyebabkan vasokonstriksi. Pada dopamin dosis tinggi dapat juga menyebabkan kenaikan tahanan vaskuler pulmonal.(1) Pemberian dopamin tersebut biasanya dilakukan di ruang intensif dengan menggunakan infusion pump.
Dobutamin, derivat dopamin, juga digunakan untuk mengobati curah jantung rendah. Obat ini menimbulkan pengaruh inotropik langsung dengan pengurangan sedang pada tahanan vaskuler perifer. Dobutamin dapat diberikan sebagai tambahan pada terapi dopamin agar menghindari vasokonstriksi dopamin dosis tinggi. Dobutamin juga agaknya kurang menyebabkan gangguan irama jantung. Dosis biasanya 2-20 µg/kg/menit.(1)
Epinefrin mempunyai aktivitas alfa perifer maupun beta-1 jantung. Kadang-kadang obat ini digunakan pasca bedah jantung, dimana rangsangan inotropiknya yang sangat kuat membuat ia berguna pada keadaan curah jantung rendah dengan vasokonstriksi yang kadang-kadang menyertai pembedahan. Kekurangan utama berupa seringnya terjadi kenaikan frekuensi jantung yang mencolok, membatasi penggunaanya.(3)
2. Penghambat Fosfodiesterase
Amrinon adalah obat kelas baru pertama, tidak sama dengan katekolamin maupun digitalis, berguna dalam mengobati penderita dengan curah jantung rendah yang refrakter terhadap terapi standar. Obat ini bekerja dengan menghambat fosfodiesterase, mencegah penghancuran cAMP intraseluler. Amrinon mempunyai pengaruh inotropik positif pada jantung maupun pengaruh vasodilator perifer yang berarti dan biasanya digunakan sebagai tambahan terapi dopamin dan dobutamin dalam unit perawatan intensif.(1,3) Obat ini diberikan dengan dosis pembebanan awal (loading dose) 0,75 mg/kg/menit. Efek samping utama adalah hipotensi akibat vasodilatasi perifer. Hipotensi biasanya dapat ditatalaksana dengan pemberian cairan intravena untuk mencukupi volume intravaskuler. Efek samping kedua adalah trombositopenia, keparahannya tampak terkait dengan kecepatan infus dan lama terapi. Efek samping ini reversibel bila obat dihentikan atau kecepatan infus dikurangi.1
Terapi Bedah
Terapi bedah pada gagal jantung oleh karena defek intrakardiak dapat bersifat paliatif atau koreksi (penutupan defek). Terapi paliatif berupa penjeratan (banding) arteri pulmonalis ditujukan pada bayi kecil dengan keadaan kritis yang tidak memungkinkan menggunakan mesin pintas jantung paru. Kerugian banding arteri pulmonalis ini meliputi mortalitas dini post operasi, gagal jantung kongestif persisten, tehnik debanding yang sulit pada saat operasi koreksi, dan kemungkinan terjadi stenosis subaortik. Terapi koreksi pada bayi dilakukan dengan tujuan untuk menanggulangi gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan medikamentosa, termasuk didalamnya saluran nafas bagian bawah berulang dan gagal tumbuh.(4)

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain:(1,13)
1. Gangguan pertumbuhan,; pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan.
2. Dispneu; pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan ventrikel kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan dispnea dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya.
3. Gagal ginjal; gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal, sehingga akan dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.
4. Hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal pada gagal jantung kanan.
5. Serangan jantung dan stroke; disebabkan karea aliran darah pada jantung rendah, sehingga menimbulkan terjadinya jendalan darah yang dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
6. Syok kardiogenik; akibat ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism. Biasanya terjadi pada gagal jantung refrakter.
Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1. Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.
2. Berat ringannya penyakit primer
Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.
3. Cepatnya pertolongan pertama
4. Hasil terapi digitalis
5. Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.

Daftar Pustaka
1. Bernstein, Daniel. 2003. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. USA: Elsevier Science (USA).
2. Pusponegoro, H. D dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
3. Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak Nadas.Yogyakarta: Gajah Mada University press.
4. Supriyatno, Bambang. 2009. Management of Pediatric Heart Disease for practitioner: From Early Detection to Intervention. Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM.
5. Indonesia Heart Association. 2009. Penyakit Jantung Bawaan, angka tinggi dengan tenaga terbatas. [Serial Online]. http://www.inaheart.org/. [7 Januari 2011].
6. SMF Ilmu Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kesehatan Anak. Jember: RSUD. Dr. Soebandi.
7. Children’s Heart Specialist PSC. 2009. Congestive Heart Failure. [Serial Online]. http://mykentuckyheart.com/information/CongestiveHeartFailure.htm. [23 Desember 2010].
8. Arnold, J. M. O. 2008. Heart Failure.[Serial Online]. http://www.merckmanuals.com. [26 Desember 2010].
9. Beerman, L, B. 2010. Congenital Cardiovascular Anomalies. [Serial Online]. http://www.merckmanuals.com. [26 Desember 2010].
10. Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC.
11. NYHA. 1994. The Stages of Heart Failure – NYHA Classification. [Serial Online]. http://www.abouthf.org/questions_stages.htm. [26 Desember 2010].
12. Arthur C. Guyton. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier Inc.
13. Mayo klinik. Complications List for Heart Failure. [Serial Online]. http://www.wrongdiagnosis.com/h/heart_failure/complic.htm. [26 Desember 2010].
14. Syarif, Amir dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
15. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2008. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI.
16. Bhimji, Shabir. 2010. Pulmonary Artery Banding: Treatment. [Serial Online]. http://emedicine.medscape.com/articl

23 Januari 2011

Kamis, 21 Oktober 2010

POTENSI BUAH KURMA (Phoenix dactylifera) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENGATASI DEPRESI PADA IBU HAMIL

Nur Ilhaini Sucipto
Pembimbing : dr. Hairrudin, M.Kes., dr. Cholis Abrori, M.Kes., M.Pd.Ked.
Fakultas Kedokteran Universitas Jember
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran


BAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Kehamilan adalah masa ketika seorang wanita membawa embrio atau janin di dalam tubuhnya. Masa kehamilan dimulai dari pembuahan sampai lahirnya janin selama 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan sosial di dalam keluarga (Cunningham, 2002; Berek, 2007).
Perasaan tidak menentu sering terjadi pada ibu hamil, seperti sedih, gembira, kesal dan lain sebagainya. Jika hal ini dibiarkan dapat menyebabkan depresi dan akan mempengaruhi tumbuh kembang janin (Berek, 2007). Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara depresi berat dengan risiko meningkatnya kejadian abortus, kelahiran prematur dan BBLR (OTIS, 2003; Lerner, 2009). Depresi berat juga dapat menyebabkan masalah lain pada bayi setelah kelahirannya (Hobel, 2005). Penelitian serupa juga menyebutkan, bahwa depresi berat yang dialami wanita selama kehamilan, dapat mempengaruhi perkembangan otak anak, meningkatkan risiko gangguan kognitif atau psikis di kehidupannya kelak, hal tersebut dapat disebabkan karena pengaruh respon hormon dari sistem hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) (Lehrer, 2009).

Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan sedih. Dari hasil penelitian, didapatkan kadar serotonin otak yang rendah pada seseorang yang mengalami depresi (Byrd, 1999; Griez et al., 2001). Terdapat beberapa terapi farmakologis pada penatalaksanaan depresi. Mekanisme kerja terapi tersebut adalah dengan cara meningkatkan kadar serotonin dalam darah dan otak, namun informasi tentang keamanan penggunaan antidepresi pada kehamilan masih sangat terbatas, terutama sejak diketahui bahwa obat tersebut dapat menembus sawar plasenta dan diduga dapat membahayakan janin. Akan tetapi jika depresi tersebut tidak diterapi, akan berisiko pada ibu dan janin karena dapat menyebabkan asupan nutrisi turun, terbiasa merokok, minum-minuman beralkohol, keinginan bunuh diri, persalinan lama atau lahir bayi prematur dan BBLR (Kahn, 2001).

Pencegahan dini merupakan upaya yang terbaik dengan menggali bahan-bahan alami yang potensial dengan efek samping minimal dalam mengatasi masalah ini (Khadem et al., 2007). Mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi karbohidrat, triptofan, vitamin B, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Ca2+, Zn, dan Mg diketahui mampu meningkatkan kadar serotonin darah dan otak, sehingga mampu memberikan efek tenang karena serotonin merupakan hormon antidepresi (Fernstrom, 1971; Wurtman & Wurtman, 1995; Bruno, 2007; Rees et al., 2008). Salah satu bahan makanan yang memenuhi kriteria tersebut adalah kurma.

Kurma (Phoenix dactylifera) termasuk famili Palmae dan sering disebut date palm, memiliki berbagai macam kandungan nutrisi dan dapat berfungsi sebagai obat (Mahaza, 2005; Rakhmawan, 2006). Buah Kurma merupakan makanan yang mengandung energi tinggi dengan komposisi yang ideal, di dalamnya memiliki kandungan karbohidrat, triptofan, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Ca2+, Zn, dan Mg. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji tentang potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka diperoleh permasalahan. Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai penatalaksanaan awal depresi pada ibu hamil guna meminimalkan risiko dari penggunaan antidepresi serta risiko depresi itu sendiri terhadap ibu dan janin.

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi tentang potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil. Manfaat lainnya adalah untuk meminimalkan risiko dari penggunaan antidepresi serta risiko depresi itu sendiri terhadap ibu dan janin.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kurma
2.1.1 Morfologi Buah kurma

Buah kurma memiliki karakteristik bervariasi, antara lain memiliki berat dua hingga enam puluh gram, panjang tiga sampai tujuh sentimeter, konsistensi lunak sampai kering, berwarna kuning kecokelatan dengan warna yang bermacam-macam antara cokelat gelap, kemerahan, kuning muda, dan berbiji, seperti terlihat pada Gambar 2.1 (Mahasa, 2005; Rakhmawan, 2006).
Gambar 2.1 Buah Kurma Deglet Noor (Sumber: Petersen, 2009)

Pohon kurma banyak ditemukan di padang pasir dan dapat mencapai tinggi tiga puluh hingga tiga puluh lima meter. Mulai berbunga setelah umur enam sampai enam belas tahun. Ada dua jenis, yaitu jantan dan betina, dengan bentuk bunga lebih besar untuk yang berjenis jantan (Rakhmawan, 2006), seperti yang tampak pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Bunga jantan dan betina pada kurma (Sumber: Zaid & de Wet, 2007)

2.1.2 Taksonomi Kurma
Pohon kurma bernama latin Phoenix dactylifera, sering disebut date palm. Taksonomi kurma adalah sebagai berikut :
kingdom : Plantae
divisi : Magnoliophyta
kelas : Liliopsida
famili : Palmae
genus : Phoenix
spesies : Phoenix dactylifera (Vyawahare, 2009).

Kurma hanya mampu tumbuh di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara. Kurma memiliki ciri-ciri yang mirip dengan kelapa, yaitu monokotil, roset batang, diaceous (berumah dua), daun menyirip, panjang dan bertulang, bunga bentuk tandan, buah hijau dan setelah tua berubah menjadi merah kecoklatan (Gambar 2.3) (Zaid & de Wet, 2007).
Gambar 2.3 Pohon Kurma (Sumber: Zaid & de Wet, 2007)

Kurma dapat dimakan selagi mentah ataupun matang (Rakhmawan, 2006). Kurma segar (ruthab) mengandung kadar air dan vitamin yang lebih banyak, tetapi rendah kandungan energi siap pakainya. Sementara kurma yang kering (tamr) tinggi akan kandungan energi siap pakai, namun kandungan air dan beberapa vitamin menjadi lebih rendah (Zaid & de Wet, 2007; Sanderson, 2001).

2.1.3 Daerah Asal dan Penyebaran
Pohon kurma tumbuh baik di tanah berpasir, pasir padat ataupun liat. Dibutuhkan aerasi dan drainase yang baik dan dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kandungan senyawa alkali maupun pada tempat yang tidak sering terjadi hujan (Rakhmawan, 2006).
Setelah delapan sampai sepuluh tahun, pohon kurma dapat mulai berbuah sampai umur seratus tahun, produksi menurun tatkala mencapai umur enam puluh hingga delapan puluh tahun. Biasanya pada umur tiga belas tahun, satu pohon mampu menghasilkan enam puluh hingga delapan puluh kilogram buah kurma (Rakhmawan, 2006).

Karena penyebaran pohon kurma yang luas, maka tidak dapat diketahui secara pasti darimana kurma berasal, namun diduga dari oasis di padang pasir utara Afrika dan mungkin juga dari barat daya Asia, dan umumnya tumbuh di dataran Timur Tengah, antara lain Madinah, Mesir, dan Tunisia. Pohon ini dikembangkan terutama untuk diambil buahnya dan telah ditanam delapan ribu tahun yang lalu, terutama di Babilonia (Rakhmawan, 2006).

2.1.4 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kurma
Dari waktu penyerbukannya, buah kurma memerlukan waktu sekitar selama dua ratus hari untuk sampai dalam stadium tamr, dimana pada stadium tersebut kurma sudah matang sepenuhnya. Selama proses pematangan, buah kurma melalui beberapa stadium. Terdapat lima stadium pertumbuhan dan perkembangan buah kurma yaitu:
1. Stadium hababouk, dimulai segera setelah fertilisasi (pembuahan), berlangsung dalam waktu empat hingga lima minggu. Ciri-cirinya antara lain, kecepatan pertumbuhan sangat lambat, buahnya imatur, berat rata-ratanya satu gram dan tertutup secara sempurna oleh kelopak.
2. Stadium kimri, buahnya benar-benar keras, warnanya apple green dan tidak cocok untuk dimakan. Merupakan stadium paling lama, memerlukan waktu sembilan hingga empat belas minggu, tergantung varietasnya.
3. Stadium khalal, secara fisiologis buahnya matur. Warnanya berubah dari hijau menjadi kuning kehijau-hijauan, kuning, merah muda, merah atau merah tua tergantung varietas. Berlangsung tiga sampai lima minggu. Buah kurma mencapai berat dan ukuran maksimum, tetapi konsentrasi gula dan keasaman mengalami peningkatan yang cepat, dan terjadi penurunan kandungan air lima puluh hingga lima puluh delapan persen. Kurma khalal harus dimakan segera setelah panen karena kandungan gula dan airnya yang tinggi akan menyebabkan fermentasi.
4. Stadium ruthab, warna buah berubah menjadi coklat atau hitam. Berlangsung dua hingga empat minggu. Pada stadium ini terjadi penurunan berat buah karena penurunan kandungan air. Buahnya sangat manis, sehingga penting untuk memanen dan memasarkan kurma dalam stadium ini. Namun pada stadium ini, buah akan cepat berubah masam, sehingga kebanyakan orang lebih memilih kurma setelah melewati stadium ruthab.
5. Stadium tamr, kurma benar-benar matang dan warnanya berubah menjadi coklat atau hampir hitam. Tekstur daging buahnya lembut. Kandungan total dalam kurma mencapai maksimum dan kehilangan sebagian besar airnya, sehingga menyebabkan proporsi gula dan air cukup untuk mencegah fermentasi. Tahap ini merupakan tahap paling baik untuk penyimpanan (Zaid dan de Wet, 2007; Sanderson, 2001).

Kurma segar (ruthab) mengandung kadar air dan vitamin yang lebih banyak, tetapi rendah kandungan energi siap pakainya. Sementara kurma yang kering (tamr) tinggi akan kandungan energi siap pakai, namun kandungan air dan beberapa vitamin lebih rendah bahkan kandungan vitamin C-nya hilang (Zaid dan de Wet, 2007; Nabawi, 2007).

2.1.5 Kandungan Buah Kurma
Buah kurma merupakan makanan yang mengandung energi tinggi dengan komposisi yang ideal (Tabel 2.1). Kandungan nutrisi buah kurma tergantung dari varietas kurma dan kandungan airnya. Beragam jenis buah kurma yang dijual di Indonesia, namun yang paling mudah ditemui adalah buah kurma jenis deglet noor. Secara umum, buah kurma kaya akan kandungan gula (Tabel 2.2), vitamin dan mineral (Tabel 2.3) (Vyawahare, 2009). Selain itu, nutrition fact menyebutkan bahwa buah kurma deglet noor juga mengandung triptofan sebesar 12 mg dan kandungan tersebut adalah lebih tinggi dibandingkan buah yang sering direkomendasikan mengandung tinggi triptofan (Tabel 2.4) (Nutrition Data, 2008).

Kandungan gula buah kurma deglet noor terdiri atas sukrosa dan gula-gula monosakarida berupa glukosa dan fruktosa, seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Kandungan gula pada buah kurma sangat tinggi, sekitar 70 persen, yaitu 70-75 gram dalam 100 gram kurma (Nutrition Data, 2008).




2.2 Perubahan Fisiologi Kehamilan
2.2.1 Perubahan Hormonal

Pada kehamilan, plasenta membentuk sejumlah besar human chorionic gonadotropin (HCG), estrogen, progesteron, human chorionic somatotropin (HCS). Sekresi hormon HCG pertama kali dapat diukur dalam darah delapan sampai sembilan hari setelah ovulasi, segera setelah blastokista berimplantasi dalam endometrium. Kecepatan sekresi meningkat dengan cepat dan mencapai maksimal kira-kira sepuluh sampai dua belas hari setelah ovulasi dan menurun sampai kadar relatif rendah menjelang enam belas sampai dua puluh minggu setelah ovulasi. Fungsi hormon tersebut adalah mencegah involusi normal korpus luteum pada akhir siklus seksual wanita. Hormon ini menyebabkan korpus luteum untuk mensekresi lebih banyak lagi hormon-hormon progesteron dan estrogen (Guyton & Hall, 2006; Wiknjosastro, 2007).

Estrogen dan progesteron disekresikan untuk mempertahankan sifat desidua endometrium uterus yang diperlukan pada tahap awal perkembangan plasenta dan jaringan-jaringan janin yang lain. Estrogen dalam kehamilan dapat menyebabkan pembesaran uterus, payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara, pembesaran genetalia eksterna wanita, merelaksasi ligamentum pelvis sehingga sendi sakroiliaka relatif lentur dan simfisis pubis elastik sehingga mempermudah jalannya janin (Guyton & Hall, 2006).
Progesteron juga merupakan hormon yang penting dalam kehamilan, karena disekresikan dalam jumlah cukup banyak oleh korpus luteum pada awal kehamilan hingga usia kehamilan enam belas minggu dan selanjutnya dihasilkan oleh plasenta ¼ gram perhari (Guyton & Hall, 2006; Wiknjosastro, 2007). Kecepatan sekresi progesteron meningkat sepuluh kali lipat selama kehamilan. Pengaruh-pengaruh khusus progesteron untuk kemajuan normal kehamilan antara lain, menyebabkan sel-sel desidua untuk tumbuh dalam endometrium uterus, berperan penting pada nutrisi dari embrio, menurunkan kontaktilitas uterus gravid sehingga mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan, membantu perkembangan zigot bahkan sebelum implantasi, mempengaruhi pembelahan sel pada awal perkembangan embrio serta membantu mempersiapkan payudara untuk laktasi (Guyton & Hall, 2006).

HCS mulai disekresikan kira-kira minggu kelima kehamilan dan meningkat progresif sepanjang sisa masa kehamilan berbanding lurus dengan berat plasenta. Fungsi Hormon ini adalah menyebabkan perkembangan sebagian payudara untuk laktasi dan deposisi protein karena mempunyai kerja yang serupa dengan hormon pertumbuhan namun lebih lemah, berperan penting pada metabolisme lemak ibu. Hormon ini menyebabkan penurunan sensivitas insulin dan meminimalkan pemakaian glukosa oleh ibu sehingga jumlah glukosa yang tersedia untuk janin semakin besar karena glukosa merupakan zat utama yang dipakai janin untuk pertumbuhan (Cunningham, 2002; Guyton & Hall, 2006).
Faktor-faktor hormonal lain dalam kehamilan antara lain sekresi hipofisis, glukokortikoid korteks adrenal, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid dan relaksin oleh ovarium. Kelenjar hipofisis anterior membesar sedikitnya lima puluh persen selama kehamilan dan meningkatkan produksi kortikotropin, tirotropin dan prolaktin. Sebaliknya, Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinazing Hormone (LH) sangat tertekan akibat pengaruh inhibisi estrogen dan progesteron dari plasenta (Guyton & Hall, 2006).

Kecepatan sekresi glukokortikoid korteks adrenal secara moderat meningkat selama kehamilan dan ini membantu mobilisasi asam-asam amino dari jaringan ibu sehingga dapat dipakai untuk sintesis jaringan janin dan sekresi didosteron meningkat sekitar tiga kali lipat mencapai puncaknya akhir kehamilan ini bersamaan dengan kerja estrogen, menyebabkan kecenderungan pada wanita normal untuk mereabsorbsi natrium yang disekresikan dari tubulus ginjal dan oleh karena itu meretensi cairan sehingga sering mengarah ke hipertensi (Guyton & Hall, 2006).

Kelenjar tiroid membesar sekitar lima puluh persen kehamilan dan meningkatkan produk tiroksin yang sesuai dengan pembesaran tersebut. Selain itu kelenjar paratiroid juga membesar selama kehamilan, terjadi bila ibu mengalami defisiensi Ca2+ dalam makanannya. Pembesaran kelenjar ini menyebabkan absorpsi Ca2+ dari tulang ibu sehingga dapat mempertahankan konsentrasi ion Ca2+ normal dalam cairan ekstraseluler ibu ketika janin mengambil Ca2+ untuk osifikasi tulang-tulangnya sendiri (Guyton & Hall, 2006).

Relaksin disekresikan oleh korpus luteum ditingkatkan oleh HCG pada saat yang sama dengan disekresikannya sejumlah besar estrogen dan progesteron oleh korpus luteum. Relaksin bila disuntikkan akan menyebabkan relaksasi ligamentum-ligamentum dari simfisis pubis, perlunakan serviks bumil pada saat persalinan dan penghambatan motilitas uterus (Guyton & Hall, 2006).

2.2.2 Perubahan Psikis
Sikap atau penerimaan ibu terhadap keadaan hamilnya sangat mempengaruhi juga kesehatan atau keadaan umum ibu serta keadaan janin dalam kehamilannya. Umumnya kehamilan yang diinginkan akan disambut dengan sikap gembira, diiringi dengan pola makan, perawatan tubuh dan upaya memeriksakan diri secara teratur dengan baik. Tetapi kehamilan yang tidak diinginkan, kemungkinan akan disambut dengan sikap yang tidak mendukung, nafsu makan menurun, tidak bersedia memeriksakan diri secara teratur, bahkan ibu berpikiran atau melakukan usaha-usaha untuk menggugurkan kandungannya (Guyton & Hall, 2006; Berek, 2007).

2.3 Depresi
Depresi merupakan suatu kondisi medis-psikiatris dan dapat terjadi secara akut maupun kronik. Gangguan mood ini dapat disebabkan oleh faktor genetik, biokimia, neurofisiologik, dan lingkungan (Byrd, 1999; Griez et al., 2001; Berek, 2007; Williams, 2007; NIMH, 2008). Hasil pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) pada otak seseorang yang sedang depresi terlihat berbeda dibandingkan normal. Bagian otak yang bertanggungjawab sebagai regulasi mood, berpikir, tidur, selera makan, dan perilaku terlihat berfungsi tidak normal dan ada ketidakseimbangan neurotransmitter (NIMH, 2008). Dari hasil penelitian, didapatkan kadar serotonin otak yang rendah pada seseorang yang mengalami depresi (Byrd, 1999; Griez et al., 2001; Berek, 2007; Williams, 2007). Serotonin merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak. Serotonin juga berperan dalam menginduksi rasa kantuk dan relaksasi serta memiliki efek meredakan rasa sakit (pain-killing effect). Fungsi serotonin dalam tubuh adalah sebagai modulator kapasitas kerja otak, termasuk juga regulasi stabilitas emosi, daya tangkap, dan regulasi selera makan (Bruno, 2007).

Beberapa tipe depresi ada yang cenderung bersifat menurun, hal ini berhubungan dengan genetik. Namun, depresi juga dapat terjadi pada seseorang tanpa riwayat depresi pada keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, resiko depresi karena faktor genetik tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dan faktor-faktor lainnya seperti kehilangan orang yang dicintai atau berbagai situasi buruk yang terjadi (NIMH, 2008).
Selain itu juga, diketahui secara epidemiologi terbukti bahwa komunitas yang mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak omega-3, jarang mengalami depresi (Horrobin, 1999; Frangou, 2006; Rees et al., 2008). Hal ini disebabkan karena omega-3 sangat penting untuk komponen membran sel saraf selain itu juga berperan dalam berbagai macam proses yang terjadi pada sel saraf (Horrobin, 1999; Frangou, 2006).
Depresi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini berhubungan dengan faktor unik biologi, siklus bulanan, hormonal dan psikososial (psikoedukasi dan sosio-lingkungan) pada wanita. Berdasarkan hasil penelitian, hormon dapat secara langsung mempengaruhi kontrol emosi dan mood. Seperti halnya depresi pada ibu hamil selain disebabkan oleh faktor psikoedukasi dan sosio-lingkungan, juga dipengaruhi karena terjadinya fluktuasi kadar hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol selama kehamilan. Depresi juga dapat dialami oleh wanita saat sedang ovulasi atau sebelum menstruasi dimulai dinamakan premenstrual syndrome (PMS) atau disebut juga premenstrual dysphoric disorder (PMDD) atau saat masa transisi menopause (Regina dan Malinton, 2001; NIMH, 2008).

Kondisi mental pasien depresi ditandai oleh hati yang murung, sedih berkepanjangan, tidak nyaman, merasa bersalah, dan sering mengeluarkan air mata tanpa sebab yang jelas. Hal yang menambah kesulitan para penderita depresi adalah saat terserang depresi mereka juga sering mengalami gejala fisik, seperti lelah, sering sulit tidur, tidak bergairah, malas, dan tidak bersemangat beraktivitas. Mereka terdiam, senang menyendiri, dan melamun tidak menentu, tidak dapat menjelaskan apa yang dipikirkan, merasa seolah di hati ada yang mengganjal tanpa sebab yang jelas (Sadarjoen, 2008; Williams, 2007).

Pribadi yang rentan terhadap depresi adalah yang kurang terbuka terhadap sosialisasi, tidak mampu bersikap asertif, bahkan cenderung mengisolasi diri, kurang afiliatif, tidak mudah akrab dalam berkawan sehingga baru bereaksi bila mendapat stimulasi dari lingkungan, dan mengalami kesulitan dalam mengawali relasi dan cenderung pasif secara sosial. Sikap mentalnya ditandai sikap pasif reaktif. Biasanya pasien depresi memiliki kecenderungan kuat untuk berpikir sendiri, berdialog dengan diri, serta selalu berupaya memecahkan masalah sendiri. Bahkan segala hal yang dialami akan diolah, disikapi, dan diputuskan sendiri tanpa menyertakan pertimbangan dari orang lain atau lingkungan dan kenyataan (Sadarjoen, 2008).

Hal spesifik pada penderita depresi adalah sering menghukum diri dengan pikiran yang sebenarnya membuat mereka susah sendiri. Adakalanya ide yang muncul akhirnya dapat dinilai sebagai upaya menghukum diri sendiri, bahkan untuk kesalahan orang lain. Hasil keputusannya pun selalu terkait dengan kepentingan diri, sudut pandang dirinya, walaupun belum tentu menguntungkan dirinya (Sadarjoen, 2008).

2.4 Terapi Farmakologis Depresi
Terdapat beberapa terapi farmakologis pada penatalaksanaan depresi. Mekanisme kerja terapi tersebut adalah dengan cara meningkatkan kadar serotonin dalam darah dan otak (Kahn, 2001). Obat-obat yang dikenal sebagai anti depresan antara lain trisiklik, inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRIs), dan penghambat monoamin oksidase (MAO). Trisiklik menghambat pompa reuptake amin (norepinefrin dan serotonin), yaitu “off switches” neurotransmisi amin, sehingga memberi kemungkinan pada neurotransmiter lebih lama berada pada reseptor. SSRIs menghambat reuptake serotonin oleh ujung saraf tanpa menghambat reuptake norepinefrin. Penghambat MAO menutup jalan degradasi utama untuk neurotransmitter amin, sehingga amin dapat lebih banyak menumpuk pada simpanan presinaptik dan bertambah juga untuk dilepaskan (Katzung, 2006).

Pada penelitian uji banding antidepresan yang ada dapat disimpulkan bahwa obat-obat tersebut adalah ekuivalen. Tiga jenis antidepresan tersebut dapat memperbaiki defisiensi neurotransmisi amin meskipun dengan mekanisme berbeda. Meskipun hal tersebut berlaku umum, namun perlu perhatian khusus jika obat-obat tersebut digunakan selama kehamilan, karena informasi tentang keamanan penggunaan antidepresi pada kehamilan masih sangat terbatas. Menurut penelitian, diketahui bahwa obat tersebut dapat menembus sawar plasenta dan diduga dapat membahayakan janin (Kahn, 2001; Katzung, 2006).


BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk literary review (tinjauan pustaka). Masalah dikaji dan ditelusuri dari informasi berdasarkan pustaka atau literatur yang diperoleh dari buku teks, jurnal, artikel ilmiah, dan e-book.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2009. Studi pustaka dilakukan di UPT Perpustakaan Universitas Jember, Ruang Baca Fakultas Kedokteran Universitas Jember, dan media internet.

3.3 Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah studi pustaka yang meliputi:
1. Pengumpulan data dengan menelusuri pustaka, baik berupa buku teks, jurnal, artikel ilmiah, dan e-book;
2. Merumuskan permasalahan yang berkaitan dengan potensi kandungan buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil;
3. Pengolahan data dan informasi;
4. Melakukan kajian pemecahan masalah-masalah yang ada berdasarkan data dan informasi yang diperoleh (analisis dan sintesis);
5. Menarik kesimpulan dari hasil pembahasan terhadap permasalahan yang dirumuskan.


BAB 4. PEMBAHASAN
Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu gangguan depresi. Beberapa gejala gangguan depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur (Sadarjoen, 2008; Williams, 2007).

4.1 Depresi Selama Kehamilan
Depresi umum terjadi pada 20% ibu yang sedang hamil, dan 10% mengalami depresi yang parah (Kaplan & Saddock, 1998; NIH, 1994; Beck, 2001; Regina dan Malinton, 2001; Khan, 2001; McCoy et al., 2006; Berek, 2007; Maguire & Mody, 2008). Faktor-faktor penyebab depresi tersebut antara lain faktor psikoedukasi dan sosio-lingkungan misalnya ibu yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis serta kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang-orang disekitarnya (Regina dan Malinton, 2001).
Depresi selama kehamilan dapat disebabkan oleh faktor organobiologis antara lain; delta (∆) subunit, kadar serotonin, dan kadar omega-3 di otak. Selama kehamilan ∆ subunit beradaptasi terhadap terjadinya fluktuasi kadar hormon-hormon kehamilan antara lain estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol. Pada ibu yang terdiagnosis depresi selama kehamilan ditemukan adanya gangguan fungsi ∆ subunit, sehingga tidak mampu merespon fluktuasi hormon-hormon kehamilan tersebut (Beck, 2001; Maguire & Mody, 2008). Akibatnya, terjadi perubahan kaskade dari serotonin, fungsi tiroid, dan sistem lain yang mempengaruhi depresi (Miller & Steven, 2007).

Keterkaitan antara serotonin dan depresi pada manusia telah di ketahui sejak tahun 1986. Dari beberapa penelitian, disebutkan bahwa depresi pada seseorang disebabkan adanya penurunan level serotonin otak. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar platelet serotonin sebagai kompensasi penurunan konsentrasi metabolit serotonin seperti 5-HIAA (5-hydroxindole acetic acid) di cairan serebrospinal dan jaringan otak pada orang yang mengalami depresi (Byrd, 1999; Ganong, 2003; Maurer-Spurej & Misri, 2009).

Serotonin merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak. Serotonin juga berperan dalam menginduksi rasa kantuk dan relaksasi serta memiliki efek meredakan rasa sakit (pain-killing effect). Fungsi serotonin dalam tubuh adalah sebagai modulator kapasitas kerja otak, termasuk juga regulasi stabilitas emosi, daya tangkap, dan regulasi selera makan (Bruno, 2007). Kadar serotonin normal dalam tubuh rata-rata adalah 0,1-0,3 μg/ml (Vorvick & Zieve, 2009). Serotonin tersebut (5-hydroxytryptamine, 5-HT) disintesis dari L-triptofan di sel enterochromaf di mukosa usus, pleksus saraf enterik dan susunan saraf pusat (Murray et al., 2003; Lullmann et al., 2005).

Selain serotonin, omega-3 juga diketahui memiliki keterkaitan dengan depresi. Secara epidemiologi terbukti bahwa komunitas yang mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak omega-3, jarang mengalami depresi. Faktanya, pada ASI ibu yang mengalami depresi postpartum ditemukan kadar omega-3 yang rendah (Horrobin, 1999; Frangou, 2006; Rees et al., 2008).

Depresi yang terjadi selama kehamilan yang tidak ditangani dengan baik akan dapat berisiko pada ibu dan janin karena dapat menyebabkan asupan nutrisi turun, pola hidup merokok, minum-minuman beralkohol, keinginan bunuh diri, persalinan lama atau lahir bayi prematur dan BBLR (Kahn, 2001). Selain itu, depresi selama kehamilan juga dapat memicu timbulnya depresi postpartum yang nantinya juga akan menurunkan kualitas produksi ASI (Guyton & Hall, 2006; Grote et al., 2009).

4.2 Suplemen Nutrisi untuk Mengatasi Depresi pada Ibu Hamil
Terdapat beberapa terapi farmakologis pada penatalaksanaan depresi. Mekanisme kerja terapi tersebut adalah dengan cara meningkatkan kadar serotonin dalam darah dan di otak. Namun informasi tentang keamanan penggunaan antidepresi pada kehamilan masih sangat terbatas. Saat ini, penggunaan antidepresi pada kehamilan sangat diperhatikan, karena diketahui bahwa obat tersebut dapat menembus sawar plasenta dan diduga dapat membahayakan janin (Kahn, 2001). Oleh karena itu, pencegahan dini merupakan upaya yang terbaik dengan menggali bahan-bahan alami yang potensial dengan efek samping minimal dalam mengatasi masalah ini (Fernstrom & Wurtman, 1971; Wurtman & Wurtman, 1995; Ganong, 2003; Astawan, 2005; Khadem et al., 2007; Rees et al., 2008). Dalam hal ini, kurma adalah salah satu bahan makanan yang berpotensi suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi. Kandungan kurma antara lain karbohidrat, triptofan, omega-3, vitamin B6, vitamin C, Mg, Ca 2+ dan Zn.

Dalam setiap 100 gram kurma deglet noor mengandung 270 kkal karbohidrat (Tabel 2.1) (Nutrition Data, 2008). Konsumsi karbohidrat akan merangsang produksi insulin yang menurunkan kadar asam amino dalam plasma kecuali triptofan. Hal inilah yang menyebabkan rasio triptofan di dalam plasma dan otak meningkat sehingga menstimulasi pelepasan serotonin keduanya (Fernstrom, 1971; Wurtman & Wurtman, 1995).

Triptofan merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein yang bersifat esensial bagi manusia yang berfungsi sebagai prekursor pembentukan serotonin. Kurma deglet noor mengandung triptofan sebesar 12 mg dan kandungan tersebut adalah lebih tinggi dibandingkan buah yang sering direkomendasikan mengandung tinggi triptofan (Tabel 2.4) (Nutrition Data, 2008). Triptofan akan dikonversi menjadi serotonin di dalam tubuh. Konversi triptofan menjadi serotonin dibantu oleh vitamin C dan vitamin B6 (Bruno, 2007).

Vitamin C dan vitamin B6 dalam setiap 100 gram kurma deglet noor adalah sebesar 0,2 mg dan 0,4 mg (Tabel 2.3) (Nutrition Data, 2008). Vitamin-vitamin tersebut diperlukan untuk mengaktivasi enzim dekarboksilase yang mengkoversi triptofan menjadi serotonin. Selain itu, kandungan mineral dalam tiap 100 gram kurma deglet noor antara lain 43 mg Mg, 39 mg Ca 2+ dan 0,3 mg Zn juga berperan dalam meningkatkan kadar serotonin. Mineral-mineral tersebut berperan untuk menghambat pembentukan enzim triptofan pirolase oleh hati yang berfungsi memetabolisme triptofan (Bruno, 2007; Nutrition Data, 2008).

Selain karbohidrat, triptofan, vitamin dan mineral, dalam setiap 100 gram kurma deglet noor juga mengandung 3 mg omega-3 (Nutrition Data, 2008). Omega-3 tersebut diketahui memiliki keterkaitan dengan depresi. Secara epidemiologi terbukti bahwa komunitas yang mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak omega-3, jarang mengalami depresi (Horrobin, 1999; Frangou, 2006; Rees et al., 2008). Hal ini disebabkan karena omega-3 sangat penting untuk komponen membran sel saraf selain itu juga berperan dalam berbagai macam proses yang terjadi pada sel saraf dan penting untuk transmisi sinyal otak (Horrobin, 1999; Black, 2006; Frangou, 2006).

4.3 Buah Kurma Sebagai Suplemen Nutrisi untuk Mengatasi Depresi pada Ibu Hamil
Konsumsi kurma dapat meningkatkan kadar serotonin otak melalui mekanisme sebagai berikut, kandungan karbohidratnya merangsang produksi insulin yang menurunkan kadar asam amino dalam plasma kecuali triptofan sehingga menyebabkan rasio triptofan di dalam plasma dan otak meningkat. Kurma yang juga mengandung triptofan akan memenuhi peningkatan rasio zat tersebut di dalam plasma dan otak serta didukung dengan kandungan omega-3 yang berperan penting dalam transmisi sinyal otak. Selanjutnya, vitamin C dan vitamin B6 akan mengaktivasi enzim dekarboksilase untuk mengkoversi triptofan menjadi serotonin. Selain itu, kandungan Ca2+, Zn dan Mg dalam kurma juga berperan dalam menghambat pembentukan enzim triptofan pirolase oleh hati yang berfungsi memetabolisme triptofan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kurma tidak hanya mengandung salah satu zat yang mampu mengatasi depresi. Kandungannya terdiri dari berbagai zat yang bekerja saling mempengaruhi satu sama lain dalam mengatasi depresi, antara lain karbohidrat, triptofan, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Ca2+, Zn dan Mg.


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan

Berdasarkan pustaka atau literatur yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan. Kesimpulan peneliti adalah buah kurma berpotensi sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil karena mengandung triptofan, karbohidrat, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Mg, Ca2+ dan Zn. Zat-zat tersebut bekerja saling mempengaruhi satu sama lain untuk meningkatkan kadar serotonin otak sehingga mampu mengatasi depresi.

1.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan dari hasil tinjauan pustaka ini adalah:
1. Perlu dilakukan upaya promotif tentang potensi mengkonsumsi kurma bagi kesehatan;
2. Perlu dilakukan upaya pengembangan berbagai produk pangan berbahan baku kurma di Indonesia;
3. Perlu adanya penelitian eksperimental tentang manfaat kurma untuk mengatasi depresi pada ibu hamil;
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang manfaat kurma terhadap depresi kelompok lain, misalnya orang tua jompo atau remaja broken home;
5. Kurma diduga juga memiliki potensi analgesik, sehingga perlu adanya penelitian eksperimental kurma mengenai potensi analgesiknya.





DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made. 2005. Tidur Jadi Berkualitas. http://www.medicastore.com/ med/artikel.php?id=137&judul=Tidur%20Jadi%20Lebih%20Berkualitas&UID=20081022073320125.208.146.86. [3 Oktober 2009].

Beck, Tatano, Cheryl. 2001. Predictors of Postpartum Depression: An Update. Nursing Research. 50 (5): 275-285.

Berek, Jonathan, S. 2007. Berek & Novak's Gynecology. 14th Edition. California: Lippincots Williams & Winkins.

Black, Alexis. 2006. Brain health dramatically improved by intake of omega-3 fatty acids and fish oils. http://www.naturalnews.com/ 016353_DHA_omega-3_fatty_acids.html. [28 Februari 2010].

Bruno, Gene. 2007. Revisting the Safety, Efficacy of L-Tryptophan: Part I. http://www.naturalproductsmarketplace.com/articles/2007/04/revisting-the-safety-efficacy-of-l-tryptophan-pa.aspx. [8 Januari 2010].

Byrd, Andrea. 1999. Serotonin and Its Uses. http://serendip.bryn mawr.edu/bb/neuro/neuro99/web1/Byrd.html. [23 September 2009].

Cunningham, Gary, F., Gant, F. N., Leveno, J. K., Gilstrap III, C. L., Hauth, C. J. & Wenstrom, D. K. Editor. 2002. Obstetri Williams Vol.1. Edisi 21. Jakarta: EGC.

Duke, A. J. 1983. Handbook of Energy Crops: Phoenix dactylifera L. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Phoenix_dactylifera.html. [30 Desember 2009].

Fernstrom, D. J. & Wurtman, J. R. 1971. Brain Serotonin Content: Increase Following Ingestion of Carbohydrate Diet. Science. 174 (4013): 1023-10.

Frangou. S., Lewis. M. & McCrone. P. 2006. Efficacy of ethyl-eicosapentaenoic acid in bipolar depression: randomised double-blind placebo-controlled study. Br J Psychiatry. 188: 46-50.

Ganong, F. W. 2003. Review of Medical Physiology. 21th Edition. USA: Lange Medical Books/McGraw-Hill.

Griez, Eric, J. L., Nutt, D., Faravelli, C. & Zohar, J. Editor. 2001. Anxiety Disorders: An Introduction to Clinical Managament and Research. London: John Wiley & Sons, Ltd.

Grote, K. N., Swartz, A. H., Geibel, L. S., Zuckoff, A., Houck, R. P. and Frank, Ellen. 2009. A Randomized Controlled Trial of Culturally Relevant, Brief Interpersonal Psychotherapy for Perinatal Depression. Psychiatr Serv. 60: 313-321.

Guyton, A. C. & Hall, J. E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 7th Edition. Phyladelphia: Saunders Company.

Hobel, Calvin. 2005. Fetus to Mom: You're Stressing Me Out. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=51730. [15 De-sember 2009]

Horrobin D. F. & Bennett C. N. 1999. Depression and bipolar disorder: relationships to impaired fatty acid and phospholipid metabolism and to diabetes, cardiovascular disease, immunological abnormalities, cancer, ageing and osteoporosis. Prostaglandins Leukot Essent Fatty Acids. 60 (4): 217-234.

Kahn, A. D., Moline, L. M., Ross, W. R., Cohen, S. L. & Altshuler, L. L. 2001. Major Depression During Conception and Pregnancy: A Guide for Patients and Familie. Expert Consensus Guideline Series. http://www.psychguides.com/DinW%20during%20 pregnancy.pdf. [17 De-sember 2009].

Kaplan, H. I dan Sadock, B. J. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Katzung, B. G. Editor. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. 10th Edition. San Fransisco: Appleton & Lange.

Khadem, N., Sharaphy, A., Latifnejad, R., Hammod, N. & Ibrahimzadeh. 2007. Comparing the Efficacy of Dates and Oxytocin in the Management of Postpartum Hemorrhage. Shiraz E-Medical Journal. 8: 2.

Khan, Nasiruddin, M., Sarwar, A., Wahab, Farooq, M. & Haleem, Roohi. 2007. Physico-chemical characterization of date varieties using multivariate analysis. Journal of the Science of Food and Agriculture. 88 (6): 1051-1059.

Lehrer, Johnah. 2009. Pregnancy and Stress. http://scienceblogs.com/cortex/ 2009/01/pregnancy_and_stress.php. [15 Desember 2009].

Lerner, Henry. 2009. 12 Tips for Coping With Stress During Pregnancy How to Gain Control of Your Life. http://womenshealth.about.com/cs/pregnancy/ a/mispregstress.htm. [15 Desember 2009].

Lullmann, H., Mohr, K., Hein, L. & Bieger, D. 2005. Color Atlas of Pharmacology. 3rd Edition. New York: Thieme Stuttgart.

Maguire, J. & Mody, I. 2008. GABAAR plasticity during pregnancy: relevance to postpartum depression. Neuron. 59. http://www.nih.gov/news/health/ jul2008/nimh-31.htm. [3 Oktober 2009].

Mahaza. 2005. Ramadhan dan Kurma. http://mahaza.blogspot.com/2005_09_01_ archive.html. [8 September 2007].

Maurer-Spurej, E. & Misri, S. 2007. Platelet Serotonin Levels Support Depression Scores for Women with Postpartum Depression. J Psychiatry Neurosci. 32 (1): 23–29.

McCoy, Breese, J. S., Beal, Martin, J., Shipman, Miller, B. S., Payton, E. M. & Watson, H. G. 2006. Risk Factors for Postpartum Depression: A Retrospective Investigation at 4-Weeks Postnatal and a Review of the Literature. J Am Osteopath Assoc. 106: 193–198.

Miller, J. K. & Steven, A. R. 2007. The Estrogen-Depression Connection: The Hidden Link Between Hormones and Women's Depression. USA: New Harbinger Publications.

Murray. K. R., Granner, K. D., Peter. A. M. & Rodwell, W. V. 2003. Harper’s Illustrated Biochemistry. 26th ed. USA: Lange Medical Books/ McGraw-Hill.

NIH. 1994. Helpful Facts About Depressive Illnesses. National Institutes of Health Publication. 94-3875.

NIMH. 2008. Depression. USA: Department on Health and Human Service National Institutes of Health Publication.

Nutrition Data. 2008. Nutrition Facts: Dates, Deglet noor. http://www.nutrition data.com/facts/fruits-and-fruit-juices/1882/2. [25 September 2009].

OTIS. 2003. Stress and Pregnancy. http://www.otispregnancy.org /pdf/stress.pdf. [15 Desember 2009].

Petersen, Pete. 2009. The Drier Deglet Noor is One Great Date. http://www.oregonlive.com/foodday/index.ssf/2009/05/the_drier_deglet_noor_is_one_g.html. [28 Desember 2009].

Rakhmawan, Zaki. 2006. Kupas Tuntas Khasiat Kurma Berdasarkan Al Quran, Assunah dan Tinjauan medis modern dari Media Tarbiyah, Bogor. http://abuafif.wordpress.com/tag/references/. [8 September 2007].

Rees, A., Austin, M. & Parker, G. 2005. Role of omega-3 fatty acids as a treatment for depression in the perinatal period. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry. 39: 274–280.

Regina, Pudjibudojo, J. K. & Malinton, P. K. 2001. Hubungan Antara Depresi Postpartum Dengan Kepuasan Seksual Pada Ibu Primipara. Anima Indonesian Psychological Journal. 16 (3): 300-314.

Sadarjoen, Supardi, Sawitri. 2008. Rasa Salah Berkepanjangan, Indikasi Depresi?. http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/25/11345439/rasa.salah.berkepanjangan.indikasi.depresi. [28 Desember 2009].

Vorvick, Linda. & Zieve, David. 2009. Serum serotonin level. http://www. nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003562.htm. [30 September 2009].

Vyawahare, N. S., Pujari, R. R., Rajendran, R., Khsirsagar, A. D., Ingawale, D. K. & Patil, M. N. 2009. Neurobehavioral Effects of Phoenix dactylifera in Mice. Journal of

Young Pharmacists. 1 (3): 225-232.
Vyawahare, N., Pujari, R., Khsirsagar, A., Ingawale, D., Patil, M. & Kagathara, V. 2009. Phoenix dactylifera: An update of its indigenous uses, phy-tochemistry and pharmacology. The Internet Journal of Pharmacology. 7: 1.

Wiknjosastro, H., Saifuddin, Bari, Abdul dan Rachimhadhi, Trijatmo. Editor. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Cetakan kesembilan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Williams, Sved, Anne. 2007. Antidepressants in Pregnancy and Breastfeeding. Aust Prescr. 30: 125-7. http://www.australianprescriber.com/magazine/ 30/5/125/7/. [22 September 2009].

Wurtman, R. J. & Wurtman, J. J. 1995. Brain serotonin, carbohydrate-craving, obesity and depression. Obes Res. 3 (4): 477S-480S.

Zaid, A. & de Wet, P.F. 2007. Chapter 1: Botanical and Systematic Description of The Date Palm. www.fao.org. [9 September 2007].