Nur Ilhaini Sucipto
Pembimbing : dr. Hairrudin, M.Kes., dr. Cholis Abrori, M.Kes., M.Pd.Ked.
Fakultas Kedokteran Universitas Jember
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran
BAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kehamilan adalah masa ketika seorang wanita membawa embrio atau janin di dalam tubuhnya. Masa kehamilan dimulai dari pembuahan sampai lahirnya janin selama 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan sosial di dalam keluarga (Cunningham, 2002; Berek, 2007).
Perasaan tidak menentu sering terjadi pada ibu hamil, seperti sedih, gembira, kesal dan lain sebagainya. Jika hal ini dibiarkan dapat menyebabkan depresi dan akan mempengaruhi tumbuh kembang janin (Berek, 2007). Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara depresi berat dengan risiko meningkatnya kejadian abortus, kelahiran prematur dan BBLR (OTIS, 2003; Lerner, 2009). Depresi berat juga dapat menyebabkan masalah lain pada bayi setelah kelahirannya (Hobel, 2005). Penelitian serupa juga menyebutkan, bahwa depresi berat yang dialami wanita selama kehamilan, dapat mempengaruhi perkembangan otak anak, meningkatkan risiko gangguan kognitif atau psikis di kehidupannya kelak, hal tersebut dapat disebabkan karena pengaruh respon hormon dari sistem hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) (Lehrer, 2009).
Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan sedih. Dari hasil penelitian, didapatkan kadar serotonin otak yang rendah pada seseorang yang mengalami depresi (Byrd, 1999; Griez et al., 2001). Terdapat beberapa terapi farmakologis pada penatalaksanaan depresi. Mekanisme kerja terapi tersebut adalah dengan cara meningkatkan kadar serotonin dalam darah dan otak, namun informasi tentang keamanan penggunaan antidepresi pada kehamilan masih sangat terbatas, terutama sejak diketahui bahwa obat tersebut dapat menembus sawar plasenta dan diduga dapat membahayakan janin. Akan tetapi jika depresi tersebut tidak diterapi, akan berisiko pada ibu dan janin karena dapat menyebabkan asupan nutrisi turun, terbiasa merokok, minum-minuman beralkohol, keinginan bunuh diri, persalinan lama atau lahir bayi prematur dan BBLR (Kahn, 2001).
Pencegahan dini merupakan upaya yang terbaik dengan menggali bahan-bahan alami yang potensial dengan efek samping minimal dalam mengatasi masalah ini (Khadem et al., 2007). Mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi karbohidrat, triptofan, vitamin B, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Ca2+, Zn, dan Mg diketahui mampu meningkatkan kadar serotonin darah dan otak, sehingga mampu memberikan efek tenang karena serotonin merupakan hormon antidepresi (Fernstrom, 1971; Wurtman & Wurtman, 1995; Bruno, 2007; Rees et al., 2008). Salah satu bahan makanan yang memenuhi kriteria tersebut adalah kurma.
Kurma (Phoenix dactylifera) termasuk famili Palmae dan sering disebut date palm, memiliki berbagai macam kandungan nutrisi dan dapat berfungsi sebagai obat (Mahaza, 2005; Rakhmawan, 2006). Buah Kurma merupakan makanan yang mengandung energi tinggi dengan komposisi yang ideal, di dalamnya memiliki kandungan karbohidrat, triptofan, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Ca2+, Zn, dan Mg. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji tentang potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka diperoleh permasalahan. Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai penatalaksanaan awal depresi pada ibu hamil guna meminimalkan risiko dari penggunaan antidepresi serta risiko depresi itu sendiri terhadap ibu dan janin.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi tentang potensi buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil. Manfaat lainnya adalah untuk meminimalkan risiko dari penggunaan antidepresi serta risiko depresi itu sendiri terhadap ibu dan janin.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kurma
2.1.1 Morfologi Buah kurma
Buah kurma memiliki karakteristik bervariasi, antara lain memiliki berat dua hingga enam puluh gram, panjang tiga sampai tujuh sentimeter, konsistensi lunak sampai kering, berwarna kuning kecokelatan dengan warna yang bermacam-macam antara cokelat gelap, kemerahan, kuning muda, dan berbiji, seperti terlihat pada Gambar 2.1 (Mahasa, 2005; Rakhmawan, 2006).
Gambar 2.1 Buah Kurma Deglet Noor (Sumber: Petersen, 2009)
Pohon kurma banyak ditemukan di padang pasir dan dapat mencapai tinggi tiga puluh hingga tiga puluh lima meter. Mulai berbunga setelah umur enam sampai enam belas tahun. Ada dua jenis, yaitu jantan dan betina, dengan bentuk bunga lebih besar untuk yang berjenis jantan (Rakhmawan, 2006), seperti yang tampak pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Bunga jantan dan betina pada kurma (Sumber: Zaid & de Wet, 2007)
2.1.2 Taksonomi Kurma
Pohon kurma bernama latin Phoenix dactylifera, sering disebut date palm. Taksonomi kurma adalah sebagai berikut :
kingdom : Plantae
divisi : Magnoliophyta
kelas : Liliopsida
famili : Palmae
genus : Phoenix
spesies : Phoenix dactylifera (Vyawahare, 2009).
Kurma hanya mampu tumbuh di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara. Kurma memiliki ciri-ciri yang mirip dengan kelapa, yaitu monokotil, roset batang, diaceous (berumah dua), daun menyirip, panjang dan bertulang, bunga bentuk tandan, buah hijau dan setelah tua berubah menjadi merah kecoklatan (Gambar 2.3) (Zaid & de Wet, 2007).
Gambar 2.3 Pohon Kurma (Sumber: Zaid & de Wet, 2007)
Kurma dapat dimakan selagi mentah ataupun matang (Rakhmawan, 2006). Kurma segar (ruthab) mengandung kadar air dan vitamin yang lebih banyak, tetapi rendah kandungan energi siap pakainya. Sementara kurma yang kering (tamr) tinggi akan kandungan energi siap pakai, namun kandungan air dan beberapa vitamin menjadi lebih rendah (Zaid & de Wet, 2007; Sanderson, 2001).
2.1.3 Daerah Asal dan Penyebaran
Pohon kurma tumbuh baik di tanah berpasir, pasir padat ataupun liat. Dibutuhkan aerasi dan drainase yang baik dan dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kandungan senyawa alkali maupun pada tempat yang tidak sering terjadi hujan (Rakhmawan, 2006).
Setelah delapan sampai sepuluh tahun, pohon kurma dapat mulai berbuah sampai umur seratus tahun, produksi menurun tatkala mencapai umur enam puluh hingga delapan puluh tahun. Biasanya pada umur tiga belas tahun, satu pohon mampu menghasilkan enam puluh hingga delapan puluh kilogram buah kurma (Rakhmawan, 2006).
Karena penyebaran pohon kurma yang luas, maka tidak dapat diketahui secara pasti darimana kurma berasal, namun diduga dari oasis di padang pasir utara Afrika dan mungkin juga dari barat daya Asia, dan umumnya tumbuh di dataran Timur Tengah, antara lain Madinah, Mesir, dan Tunisia. Pohon ini dikembangkan terutama untuk diambil buahnya dan telah ditanam delapan ribu tahun yang lalu, terutama di Babilonia (Rakhmawan, 2006).
2.1.4 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kurma
Dari waktu penyerbukannya, buah kurma memerlukan waktu sekitar selama dua ratus hari untuk sampai dalam stadium tamr, dimana pada stadium tersebut kurma sudah matang sepenuhnya. Selama proses pematangan, buah kurma melalui beberapa stadium. Terdapat lima stadium pertumbuhan dan perkembangan buah kurma yaitu:
1. Stadium hababouk, dimulai segera setelah fertilisasi (pembuahan), berlangsung dalam waktu empat hingga lima minggu. Ciri-cirinya antara lain, kecepatan pertumbuhan sangat lambat, buahnya imatur, berat rata-ratanya satu gram dan tertutup secara sempurna oleh kelopak.
2. Stadium kimri, buahnya benar-benar keras, warnanya apple green dan tidak cocok untuk dimakan. Merupakan stadium paling lama, memerlukan waktu sembilan hingga empat belas minggu, tergantung varietasnya.
3. Stadium khalal, secara fisiologis buahnya matur. Warnanya berubah dari hijau menjadi kuning kehijau-hijauan, kuning, merah muda, merah atau merah tua tergantung varietas. Berlangsung tiga sampai lima minggu. Buah kurma mencapai berat dan ukuran maksimum, tetapi konsentrasi gula dan keasaman mengalami peningkatan yang cepat, dan terjadi penurunan kandungan air lima puluh hingga lima puluh delapan persen. Kurma khalal harus dimakan segera setelah panen karena kandungan gula dan airnya yang tinggi akan menyebabkan fermentasi.
4. Stadium ruthab, warna buah berubah menjadi coklat atau hitam. Berlangsung dua hingga empat minggu. Pada stadium ini terjadi penurunan berat buah karena penurunan kandungan air. Buahnya sangat manis, sehingga penting untuk memanen dan memasarkan kurma dalam stadium ini. Namun pada stadium ini, buah akan cepat berubah masam, sehingga kebanyakan orang lebih memilih kurma setelah melewati stadium ruthab.
5. Stadium tamr, kurma benar-benar matang dan warnanya berubah menjadi coklat atau hampir hitam. Tekstur daging buahnya lembut. Kandungan total dalam kurma mencapai maksimum dan kehilangan sebagian besar airnya, sehingga menyebabkan proporsi gula dan air cukup untuk mencegah fermentasi. Tahap ini merupakan tahap paling baik untuk penyimpanan (Zaid dan de Wet, 2007; Sanderson, 2001).
Kurma segar (ruthab) mengandung kadar air dan vitamin yang lebih banyak, tetapi rendah kandungan energi siap pakainya. Sementara kurma yang kering (tamr) tinggi akan kandungan energi siap pakai, namun kandungan air dan beberapa vitamin lebih rendah bahkan kandungan vitamin C-nya hilang (Zaid dan de Wet, 2007; Nabawi, 2007).
2.1.5 Kandungan Buah Kurma
Buah kurma merupakan makanan yang mengandung energi tinggi dengan komposisi yang ideal (Tabel 2.1). Kandungan nutrisi buah kurma tergantung dari varietas kurma dan kandungan airnya. Beragam jenis buah kurma yang dijual di Indonesia, namun yang paling mudah ditemui adalah buah kurma jenis deglet noor. Secara umum, buah kurma kaya akan kandungan gula (Tabel 2.2), vitamin dan mineral (Tabel 2.3) (Vyawahare, 2009). Selain itu, nutrition fact menyebutkan bahwa buah kurma deglet noor juga mengandung triptofan sebesar 12 mg dan kandungan tersebut adalah lebih tinggi dibandingkan buah yang sering direkomendasikan mengandung tinggi triptofan (Tabel 2.4) (Nutrition Data, 2008).
Kandungan gula buah kurma deglet noor terdiri atas sukrosa dan gula-gula monosakarida berupa glukosa dan fruktosa, seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Kandungan gula pada buah kurma sangat tinggi, sekitar 70 persen, yaitu 70-75 gram dalam 100 gram kurma (Nutrition Data, 2008).
2.2 Perubahan Fisiologi Kehamilan
2.2.1 Perubahan Hormonal
Pada kehamilan, plasenta membentuk sejumlah besar human chorionic gonadotropin (HCG), estrogen, progesteron, human chorionic somatotropin (HCS). Sekresi hormon HCG pertama kali dapat diukur dalam darah delapan sampai sembilan hari setelah ovulasi, segera setelah blastokista berimplantasi dalam endometrium. Kecepatan sekresi meningkat dengan cepat dan mencapai maksimal kira-kira sepuluh sampai dua belas hari setelah ovulasi dan menurun sampai kadar relatif rendah menjelang enam belas sampai dua puluh minggu setelah ovulasi. Fungsi hormon tersebut adalah mencegah involusi normal korpus luteum pada akhir siklus seksual wanita. Hormon ini menyebabkan korpus luteum untuk mensekresi lebih banyak lagi hormon-hormon progesteron dan estrogen (Guyton & Hall, 2006; Wiknjosastro, 2007).
Estrogen dan progesteron disekresikan untuk mempertahankan sifat desidua endometrium uterus yang diperlukan pada tahap awal perkembangan plasenta dan jaringan-jaringan janin yang lain. Estrogen dalam kehamilan dapat menyebabkan pembesaran uterus, payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara, pembesaran genetalia eksterna wanita, merelaksasi ligamentum pelvis sehingga sendi sakroiliaka relatif lentur dan simfisis pubis elastik sehingga mempermudah jalannya janin (Guyton & Hall, 2006).
Progesteron juga merupakan hormon yang penting dalam kehamilan, karena disekresikan dalam jumlah cukup banyak oleh korpus luteum pada awal kehamilan hingga usia kehamilan enam belas minggu dan selanjutnya dihasilkan oleh plasenta ¼ gram perhari (Guyton & Hall, 2006; Wiknjosastro, 2007). Kecepatan sekresi progesteron meningkat sepuluh kali lipat selama kehamilan. Pengaruh-pengaruh khusus progesteron untuk kemajuan normal kehamilan antara lain, menyebabkan sel-sel desidua untuk tumbuh dalam endometrium uterus, berperan penting pada nutrisi dari embrio, menurunkan kontaktilitas uterus gravid sehingga mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan, membantu perkembangan zigot bahkan sebelum implantasi, mempengaruhi pembelahan sel pada awal perkembangan embrio serta membantu mempersiapkan payudara untuk laktasi (Guyton & Hall, 2006).
HCS mulai disekresikan kira-kira minggu kelima kehamilan dan meningkat progresif sepanjang sisa masa kehamilan berbanding lurus dengan berat plasenta. Fungsi Hormon ini adalah menyebabkan perkembangan sebagian payudara untuk laktasi dan deposisi protein karena mempunyai kerja yang serupa dengan hormon pertumbuhan namun lebih lemah, berperan penting pada metabolisme lemak ibu. Hormon ini menyebabkan penurunan sensivitas insulin dan meminimalkan pemakaian glukosa oleh ibu sehingga jumlah glukosa yang tersedia untuk janin semakin besar karena glukosa merupakan zat utama yang dipakai janin untuk pertumbuhan (Cunningham, 2002; Guyton & Hall, 2006).
Faktor-faktor hormonal lain dalam kehamilan antara lain sekresi hipofisis, glukokortikoid korteks adrenal, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid dan relaksin oleh ovarium. Kelenjar hipofisis anterior membesar sedikitnya lima puluh persen selama kehamilan dan meningkatkan produksi kortikotropin, tirotropin dan prolaktin. Sebaliknya, Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinazing Hormone (LH) sangat tertekan akibat pengaruh inhibisi estrogen dan progesteron dari plasenta (Guyton & Hall, 2006).
Kecepatan sekresi glukokortikoid korteks adrenal secara moderat meningkat selama kehamilan dan ini membantu mobilisasi asam-asam amino dari jaringan ibu sehingga dapat dipakai untuk sintesis jaringan janin dan sekresi didosteron meningkat sekitar tiga kali lipat mencapai puncaknya akhir kehamilan ini bersamaan dengan kerja estrogen, menyebabkan kecenderungan pada wanita normal untuk mereabsorbsi natrium yang disekresikan dari tubulus ginjal dan oleh karena itu meretensi cairan sehingga sering mengarah ke hipertensi (Guyton & Hall, 2006).
Kelenjar tiroid membesar sekitar lima puluh persen kehamilan dan meningkatkan produk tiroksin yang sesuai dengan pembesaran tersebut. Selain itu kelenjar paratiroid juga membesar selama kehamilan, terjadi bila ibu mengalami defisiensi Ca2+ dalam makanannya. Pembesaran kelenjar ini menyebabkan absorpsi Ca2+ dari tulang ibu sehingga dapat mempertahankan konsentrasi ion Ca2+ normal dalam cairan ekstraseluler ibu ketika janin mengambil Ca2+ untuk osifikasi tulang-tulangnya sendiri (Guyton & Hall, 2006).
Relaksin disekresikan oleh korpus luteum ditingkatkan oleh HCG pada saat yang sama dengan disekresikannya sejumlah besar estrogen dan progesteron oleh korpus luteum. Relaksin bila disuntikkan akan menyebabkan relaksasi ligamentum-ligamentum dari simfisis pubis, perlunakan serviks bumil pada saat persalinan dan penghambatan motilitas uterus (Guyton & Hall, 2006).
2.2.2 Perubahan Psikis
Sikap atau penerimaan ibu terhadap keadaan hamilnya sangat mempengaruhi juga kesehatan atau keadaan umum ibu serta keadaan janin dalam kehamilannya. Umumnya kehamilan yang diinginkan akan disambut dengan sikap gembira, diiringi dengan pola makan, perawatan tubuh dan upaya memeriksakan diri secara teratur dengan baik. Tetapi kehamilan yang tidak diinginkan, kemungkinan akan disambut dengan sikap yang tidak mendukung, nafsu makan menurun, tidak bersedia memeriksakan diri secara teratur, bahkan ibu berpikiran atau melakukan usaha-usaha untuk menggugurkan kandungannya (Guyton & Hall, 2006; Berek, 2007).
2.3 Depresi
Depresi merupakan suatu kondisi medis-psikiatris dan dapat terjadi secara akut maupun kronik. Gangguan mood ini dapat disebabkan oleh faktor genetik, biokimia, neurofisiologik, dan lingkungan (Byrd, 1999; Griez et al., 2001; Berek, 2007; Williams, 2007; NIMH, 2008). Hasil pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) pada otak seseorang yang sedang depresi terlihat berbeda dibandingkan normal. Bagian otak yang bertanggungjawab sebagai regulasi mood, berpikir, tidur, selera makan, dan perilaku terlihat berfungsi tidak normal dan ada ketidakseimbangan neurotransmitter (NIMH, 2008). Dari hasil penelitian, didapatkan kadar serotonin otak yang rendah pada seseorang yang mengalami depresi (Byrd, 1999; Griez et al., 2001; Berek, 2007; Williams, 2007). Serotonin merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak. Serotonin juga berperan dalam menginduksi rasa kantuk dan relaksasi serta memiliki efek meredakan rasa sakit (pain-killing effect). Fungsi serotonin dalam tubuh adalah sebagai modulator kapasitas kerja otak, termasuk juga regulasi stabilitas emosi, daya tangkap, dan regulasi selera makan (Bruno, 2007).
Beberapa tipe depresi ada yang cenderung bersifat menurun, hal ini berhubungan dengan genetik. Namun, depresi juga dapat terjadi pada seseorang tanpa riwayat depresi pada keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, resiko depresi karena faktor genetik tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dan faktor-faktor lainnya seperti kehilangan orang yang dicintai atau berbagai situasi buruk yang terjadi (NIMH, 2008).
Selain itu juga, diketahui secara epidemiologi terbukti bahwa komunitas yang mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak omega-3, jarang mengalami depresi (Horrobin, 1999; Frangou, 2006; Rees et al., 2008). Hal ini disebabkan karena omega-3 sangat penting untuk komponen membran sel saraf selain itu juga berperan dalam berbagai macam proses yang terjadi pada sel saraf (Horrobin, 1999; Frangou, 2006).
Depresi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini berhubungan dengan faktor unik biologi, siklus bulanan, hormonal dan psikososial (psikoedukasi dan sosio-lingkungan) pada wanita. Berdasarkan hasil penelitian, hormon dapat secara langsung mempengaruhi kontrol emosi dan mood. Seperti halnya depresi pada ibu hamil selain disebabkan oleh faktor psikoedukasi dan sosio-lingkungan, juga dipengaruhi karena terjadinya fluktuasi kadar hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol selama kehamilan. Depresi juga dapat dialami oleh wanita saat sedang ovulasi atau sebelum menstruasi dimulai dinamakan premenstrual syndrome (PMS) atau disebut juga premenstrual dysphoric disorder (PMDD) atau saat masa transisi menopause (Regina dan Malinton, 2001; NIMH, 2008).
Kondisi mental pasien depresi ditandai oleh hati yang murung, sedih berkepanjangan, tidak nyaman, merasa bersalah, dan sering mengeluarkan air mata tanpa sebab yang jelas. Hal yang menambah kesulitan para penderita depresi adalah saat terserang depresi mereka juga sering mengalami gejala fisik, seperti lelah, sering sulit tidur, tidak bergairah, malas, dan tidak bersemangat beraktivitas. Mereka terdiam, senang menyendiri, dan melamun tidak menentu, tidak dapat menjelaskan apa yang dipikirkan, merasa seolah di hati ada yang mengganjal tanpa sebab yang jelas (Sadarjoen, 2008; Williams, 2007).
Pribadi yang rentan terhadap depresi adalah yang kurang terbuka terhadap sosialisasi, tidak mampu bersikap asertif, bahkan cenderung mengisolasi diri, kurang afiliatif, tidak mudah akrab dalam berkawan sehingga baru bereaksi bila mendapat stimulasi dari lingkungan, dan mengalami kesulitan dalam mengawali relasi dan cenderung pasif secara sosial. Sikap mentalnya ditandai sikap pasif reaktif. Biasanya pasien depresi memiliki kecenderungan kuat untuk berpikir sendiri, berdialog dengan diri, serta selalu berupaya memecahkan masalah sendiri. Bahkan segala hal yang dialami akan diolah, disikapi, dan diputuskan sendiri tanpa menyertakan pertimbangan dari orang lain atau lingkungan dan kenyataan (Sadarjoen, 2008).
Hal spesifik pada penderita depresi adalah sering menghukum diri dengan pikiran yang sebenarnya membuat mereka susah sendiri. Adakalanya ide yang muncul akhirnya dapat dinilai sebagai upaya menghukum diri sendiri, bahkan untuk kesalahan orang lain. Hasil keputusannya pun selalu terkait dengan kepentingan diri, sudut pandang dirinya, walaupun belum tentu menguntungkan dirinya (Sadarjoen, 2008).
2.4 Terapi Farmakologis Depresi
Terdapat beberapa terapi farmakologis pada penatalaksanaan depresi. Mekanisme kerja terapi tersebut adalah dengan cara meningkatkan kadar serotonin dalam darah dan otak (Kahn, 2001). Obat-obat yang dikenal sebagai anti depresan antara lain trisiklik, inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRIs), dan penghambat monoamin oksidase (MAO). Trisiklik menghambat pompa reuptake amin (norepinefrin dan serotonin), yaitu “off switches” neurotransmisi amin, sehingga memberi kemungkinan pada neurotransmiter lebih lama berada pada reseptor. SSRIs menghambat reuptake serotonin oleh ujung saraf tanpa menghambat reuptake norepinefrin. Penghambat MAO menutup jalan degradasi utama untuk neurotransmitter amin, sehingga amin dapat lebih banyak menumpuk pada simpanan presinaptik dan bertambah juga untuk dilepaskan (Katzung, 2006).
Pada penelitian uji banding antidepresan yang ada dapat disimpulkan bahwa obat-obat tersebut adalah ekuivalen. Tiga jenis antidepresan tersebut dapat memperbaiki defisiensi neurotransmisi amin meskipun dengan mekanisme berbeda. Meskipun hal tersebut berlaku umum, namun perlu perhatian khusus jika obat-obat tersebut digunakan selama kehamilan, karena informasi tentang keamanan penggunaan antidepresi pada kehamilan masih sangat terbatas. Menurut penelitian, diketahui bahwa obat tersebut dapat menembus sawar plasenta dan diduga dapat membahayakan janin (Kahn, 2001; Katzung, 2006).
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk literary review (tinjauan pustaka). Masalah dikaji dan ditelusuri dari informasi berdasarkan pustaka atau literatur yang diperoleh dari buku teks, jurnal, artikel ilmiah, dan e-book.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2009. Studi pustaka dilakukan di UPT Perpustakaan Universitas Jember, Ruang Baca Fakultas Kedokteran Universitas Jember, dan media internet.
3.3 Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah studi pustaka yang meliputi:
1. Pengumpulan data dengan menelusuri pustaka, baik berupa buku teks, jurnal, artikel ilmiah, dan e-book;
2. Merumuskan permasalahan yang berkaitan dengan potensi kandungan buah kurma (Phoenix dactylifera) sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil;
3. Pengolahan data dan informasi;
4. Melakukan kajian pemecahan masalah-masalah yang ada berdasarkan data dan informasi yang diperoleh (analisis dan sintesis);
5. Menarik kesimpulan dari hasil pembahasan terhadap permasalahan yang dirumuskan.
BAB 4. PEMBAHASAN
Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu gangguan depresi. Beberapa gejala gangguan depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur (Sadarjoen, 2008; Williams, 2007).
4.1 Depresi Selama Kehamilan
Depresi umum terjadi pada 20% ibu yang sedang hamil, dan 10% mengalami depresi yang parah (Kaplan & Saddock, 1998; NIH, 1994; Beck, 2001; Regina dan Malinton, 2001; Khan, 2001; McCoy et al., 2006; Berek, 2007; Maguire & Mody, 2008). Faktor-faktor penyebab depresi tersebut antara lain faktor psikoedukasi dan sosio-lingkungan misalnya ibu yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis serta kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang-orang disekitarnya (Regina dan Malinton, 2001).
Depresi selama kehamilan dapat disebabkan oleh faktor organobiologis antara lain; delta (∆) subunit, kadar serotonin, dan kadar omega-3 di otak. Selama kehamilan ∆ subunit beradaptasi terhadap terjadinya fluktuasi kadar hormon-hormon kehamilan antara lain estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol. Pada ibu yang terdiagnosis depresi selama kehamilan ditemukan adanya gangguan fungsi ∆ subunit, sehingga tidak mampu merespon fluktuasi hormon-hormon kehamilan tersebut (Beck, 2001; Maguire & Mody, 2008). Akibatnya, terjadi perubahan kaskade dari serotonin, fungsi tiroid, dan sistem lain yang mempengaruhi depresi (Miller & Steven, 2007).
Keterkaitan antara serotonin dan depresi pada manusia telah di ketahui sejak tahun 1986. Dari beberapa penelitian, disebutkan bahwa depresi pada seseorang disebabkan adanya penurunan level serotonin otak. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar platelet serotonin sebagai kompensasi penurunan konsentrasi metabolit serotonin seperti 5-HIAA (5-hydroxindole acetic acid) di cairan serebrospinal dan jaringan otak pada orang yang mengalami depresi (Byrd, 1999; Ganong, 2003; Maurer-Spurej & Misri, 2009).
Serotonin merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak. Serotonin juga berperan dalam menginduksi rasa kantuk dan relaksasi serta memiliki efek meredakan rasa sakit (pain-killing effect). Fungsi serotonin dalam tubuh adalah sebagai modulator kapasitas kerja otak, termasuk juga regulasi stabilitas emosi, daya tangkap, dan regulasi selera makan (Bruno, 2007). Kadar serotonin normal dalam tubuh rata-rata adalah 0,1-0,3 μg/ml (Vorvick & Zieve, 2009). Serotonin tersebut (5-hydroxytryptamine, 5-HT) disintesis dari L-triptofan di sel enterochromaf di mukosa usus, pleksus saraf enterik dan susunan saraf pusat (Murray et al., 2003; Lullmann et al., 2005).
Selain serotonin, omega-3 juga diketahui memiliki keterkaitan dengan depresi. Secara epidemiologi terbukti bahwa komunitas yang mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak omega-3, jarang mengalami depresi. Faktanya, pada ASI ibu yang mengalami depresi postpartum ditemukan kadar omega-3 yang rendah (Horrobin, 1999; Frangou, 2006; Rees et al., 2008).
Depresi yang terjadi selama kehamilan yang tidak ditangani dengan baik akan dapat berisiko pada ibu dan janin karena dapat menyebabkan asupan nutrisi turun, pola hidup merokok, minum-minuman beralkohol, keinginan bunuh diri, persalinan lama atau lahir bayi prematur dan BBLR (Kahn, 2001). Selain itu, depresi selama kehamilan juga dapat memicu timbulnya depresi postpartum yang nantinya juga akan menurunkan kualitas produksi ASI (Guyton & Hall, 2006; Grote et al., 2009).
4.2 Suplemen Nutrisi untuk Mengatasi Depresi pada Ibu Hamil
Terdapat beberapa terapi farmakologis pada penatalaksanaan depresi. Mekanisme kerja terapi tersebut adalah dengan cara meningkatkan kadar serotonin dalam darah dan di otak. Namun informasi tentang keamanan penggunaan antidepresi pada kehamilan masih sangat terbatas. Saat ini, penggunaan antidepresi pada kehamilan sangat diperhatikan, karena diketahui bahwa obat tersebut dapat menembus sawar plasenta dan diduga dapat membahayakan janin (Kahn, 2001). Oleh karena itu, pencegahan dini merupakan upaya yang terbaik dengan menggali bahan-bahan alami yang potensial dengan efek samping minimal dalam mengatasi masalah ini (Fernstrom & Wurtman, 1971; Wurtman & Wurtman, 1995; Ganong, 2003; Astawan, 2005; Khadem et al., 2007; Rees et al., 2008). Dalam hal ini, kurma adalah salah satu bahan makanan yang berpotensi suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi. Kandungan kurma antara lain karbohidrat, triptofan, omega-3, vitamin B6, vitamin C, Mg, Ca 2+ dan Zn.
Dalam setiap 100 gram kurma deglet noor mengandung 270 kkal karbohidrat (Tabel 2.1) (Nutrition Data, 2008). Konsumsi karbohidrat akan merangsang produksi insulin yang menurunkan kadar asam amino dalam plasma kecuali triptofan. Hal inilah yang menyebabkan rasio triptofan di dalam plasma dan otak meningkat sehingga menstimulasi pelepasan serotonin keduanya (Fernstrom, 1971; Wurtman & Wurtman, 1995).
Triptofan merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein yang bersifat esensial bagi manusia yang berfungsi sebagai prekursor pembentukan serotonin. Kurma deglet noor mengandung triptofan sebesar 12 mg dan kandungan tersebut adalah lebih tinggi dibandingkan buah yang sering direkomendasikan mengandung tinggi triptofan (Tabel 2.4) (Nutrition Data, 2008). Triptofan akan dikonversi menjadi serotonin di dalam tubuh. Konversi triptofan menjadi serotonin dibantu oleh vitamin C dan vitamin B6 (Bruno, 2007).
Vitamin C dan vitamin B6 dalam setiap 100 gram kurma deglet noor adalah sebesar 0,2 mg dan 0,4 mg (Tabel 2.3) (Nutrition Data, 2008). Vitamin-vitamin tersebut diperlukan untuk mengaktivasi enzim dekarboksilase yang mengkoversi triptofan menjadi serotonin. Selain itu, kandungan mineral dalam tiap 100 gram kurma deglet noor antara lain 43 mg Mg, 39 mg Ca 2+ dan 0,3 mg Zn juga berperan dalam meningkatkan kadar serotonin. Mineral-mineral tersebut berperan untuk menghambat pembentukan enzim triptofan pirolase oleh hati yang berfungsi memetabolisme triptofan (Bruno, 2007; Nutrition Data, 2008).
Selain karbohidrat, triptofan, vitamin dan mineral, dalam setiap 100 gram kurma deglet noor juga mengandung 3 mg omega-3 (Nutrition Data, 2008). Omega-3 tersebut diketahui memiliki keterkaitan dengan depresi. Secara epidemiologi terbukti bahwa komunitas yang mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak omega-3, jarang mengalami depresi (Horrobin, 1999; Frangou, 2006; Rees et al., 2008). Hal ini disebabkan karena omega-3 sangat penting untuk komponen membran sel saraf selain itu juga berperan dalam berbagai macam proses yang terjadi pada sel saraf dan penting untuk transmisi sinyal otak (Horrobin, 1999; Black, 2006; Frangou, 2006).
4.3 Buah Kurma Sebagai Suplemen Nutrisi untuk Mengatasi Depresi pada Ibu Hamil
Konsumsi kurma dapat meningkatkan kadar serotonin otak melalui mekanisme sebagai berikut, kandungan karbohidratnya merangsang produksi insulin yang menurunkan kadar asam amino dalam plasma kecuali triptofan sehingga menyebabkan rasio triptofan di dalam plasma dan otak meningkat. Kurma yang juga mengandung triptofan akan memenuhi peningkatan rasio zat tersebut di dalam plasma dan otak serta didukung dengan kandungan omega-3 yang berperan penting dalam transmisi sinyal otak. Selanjutnya, vitamin C dan vitamin B6 akan mengaktivasi enzim dekarboksilase untuk mengkoversi triptofan menjadi serotonin. Selain itu, kandungan Ca2+, Zn dan Mg dalam kurma juga berperan dalam menghambat pembentukan enzim triptofan pirolase oleh hati yang berfungsi memetabolisme triptofan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kurma tidak hanya mengandung salah satu zat yang mampu mengatasi depresi. Kandungannya terdiri dari berbagai zat yang bekerja saling mempengaruhi satu sama lain dalam mengatasi depresi, antara lain karbohidrat, triptofan, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Ca2+, Zn dan Mg.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan pustaka atau literatur yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan. Kesimpulan peneliti adalah buah kurma berpotensi sebagai suplemen nutrisi untuk mengatasi depresi pada ibu hamil karena mengandung triptofan, karbohidrat, omega-3, vitamin C, vitamin B6, Mg, Ca2+ dan Zn. Zat-zat tersebut bekerja saling mempengaruhi satu sama lain untuk meningkatkan kadar serotonin otak sehingga mampu mengatasi depresi.
1.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan dari hasil tinjauan pustaka ini adalah:
1. Perlu dilakukan upaya promotif tentang potensi mengkonsumsi kurma bagi kesehatan;
2. Perlu dilakukan upaya pengembangan berbagai produk pangan berbahan baku kurma di Indonesia;
3. Perlu adanya penelitian eksperimental tentang manfaat kurma untuk mengatasi depresi pada ibu hamil;
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang manfaat kurma terhadap depresi kelompok lain, misalnya orang tua jompo atau remaja broken home;
5. Kurma diduga juga memiliki potensi analgesik, sehingga perlu adanya penelitian eksperimental kurma mengenai potensi analgesiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, Made. 2005. Tidur Jadi Berkualitas. http://www.medicastore.com/ med/artikel.php?id=137&judul=Tidur%20Jadi%20Lebih%20Berkualitas&UID=20081022073320125.208.146.86. [3 Oktober 2009].
Beck, Tatano, Cheryl. 2001. Predictors of Postpartum Depression: An Update. Nursing Research. 50 (5): 275-285.
Berek, Jonathan, S. 2007. Berek & Novak's Gynecology. 14th Edition. California: Lippincots Williams & Winkins.
Black, Alexis. 2006. Brain health dramatically improved by intake of omega-3 fatty acids and fish oils. http://www.naturalnews.com/ 016353_DHA_omega-3_fatty_acids.html. [28 Februari 2010].
Bruno, Gene. 2007. Revisting the Safety, Efficacy of L-Tryptophan: Part I. http://www.naturalproductsmarketplace.com/articles/2007/04/revisting-the-safety-efficacy-of-l-tryptophan-pa.aspx. [8 Januari 2010].
Byrd, Andrea. 1999. Serotonin and Its Uses. http://serendip.bryn mawr.edu/bb/neuro/neuro99/web1/Byrd.html. [23 September 2009].
Cunningham, Gary, F., Gant, F. N., Leveno, J. K., Gilstrap III, C. L., Hauth, C. J. & Wenstrom, D. K. Editor. 2002. Obstetri Williams Vol.1. Edisi 21. Jakarta: EGC.
Duke, A. J. 1983. Handbook of Energy Crops: Phoenix dactylifera L. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Phoenix_dactylifera.html. [30 Desember 2009].
Fernstrom, D. J. & Wurtman, J. R. 1971. Brain Serotonin Content: Increase Following Ingestion of Carbohydrate Diet. Science. 174 (4013): 1023-10.
Frangou. S., Lewis. M. & McCrone. P. 2006. Efficacy of ethyl-eicosapentaenoic acid in bipolar depression: randomised double-blind placebo-controlled study. Br J Psychiatry. 188: 46-50.
Ganong, F. W. 2003. Review of Medical Physiology. 21th Edition. USA: Lange Medical Books/McGraw-Hill.
Griez, Eric, J. L., Nutt, D., Faravelli, C. & Zohar, J. Editor. 2001. Anxiety Disorders: An Introduction to Clinical Managament and Research. London: John Wiley & Sons, Ltd.
Grote, K. N., Swartz, A. H., Geibel, L. S., Zuckoff, A., Houck, R. P. and Frank, Ellen. 2009. A Randomized Controlled Trial of Culturally Relevant, Brief Interpersonal Psychotherapy for Perinatal Depression. Psychiatr Serv. 60: 313-321.
Guyton, A. C. & Hall, J. E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 7th Edition. Phyladelphia: Saunders Company.
Hobel, Calvin. 2005. Fetus to Mom: You're Stressing Me Out. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=51730. [15 De-sember 2009]
Horrobin D. F. & Bennett C. N. 1999. Depression and bipolar disorder: relationships to impaired fatty acid and phospholipid metabolism and to diabetes, cardiovascular disease, immunological abnormalities, cancer, ageing and osteoporosis. Prostaglandins Leukot Essent Fatty Acids. 60 (4): 217-234.
Kahn, A. D., Moline, L. M., Ross, W. R., Cohen, S. L. & Altshuler, L. L. 2001. Major Depression During Conception and Pregnancy: A Guide for Patients and Familie. Expert Consensus Guideline Series. http://www.psychguides.com/DinW%20during%20 pregnancy.pdf. [17 De-sember 2009].
Kaplan, H. I dan Sadock, B. J. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Katzung, B. G. Editor. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. 10th Edition. San Fransisco: Appleton & Lange.
Khadem, N., Sharaphy, A., Latifnejad, R., Hammod, N. & Ibrahimzadeh. 2007. Comparing the Efficacy of Dates and Oxytocin in the Management of Postpartum Hemorrhage. Shiraz E-Medical Journal. 8: 2.
Khan, Nasiruddin, M., Sarwar, A., Wahab, Farooq, M. & Haleem, Roohi. 2007. Physico-chemical characterization of date varieties using multivariate analysis. Journal of the Science of Food and Agriculture. 88 (6): 1051-1059.
Lehrer, Johnah. 2009. Pregnancy and Stress. http://scienceblogs.com/cortex/ 2009/01/pregnancy_and_stress.php. [15 Desember 2009].
Lerner, Henry. 2009. 12 Tips for Coping With Stress During Pregnancy How to Gain Control of Your Life. http://womenshealth.about.com/cs/pregnancy/ a/mispregstress.htm. [15 Desember 2009].
Lullmann, H., Mohr, K., Hein, L. & Bieger, D. 2005. Color Atlas of Pharmacology. 3rd Edition. New York: Thieme Stuttgart.
Maguire, J. & Mody, I. 2008. GABAAR plasticity during pregnancy: relevance to postpartum depression. Neuron. 59. http://www.nih.gov/news/health/ jul2008/nimh-31.htm. [3 Oktober 2009].
Mahaza. 2005. Ramadhan dan Kurma. http://mahaza.blogspot.com/2005_09_01_ archive.html. [8 September 2007].
Maurer-Spurej, E. & Misri, S. 2007. Platelet Serotonin Levels Support Depression Scores for Women with Postpartum Depression. J Psychiatry Neurosci. 32 (1): 23–29.
McCoy, Breese, J. S., Beal, Martin, J., Shipman, Miller, B. S., Payton, E. M. & Watson, H. G. 2006. Risk Factors for Postpartum Depression: A Retrospective Investigation at 4-Weeks Postnatal and a Review of the Literature. J Am Osteopath Assoc. 106: 193–198.
Miller, J. K. & Steven, A. R. 2007. The Estrogen-Depression Connection: The Hidden Link Between Hormones and Women's Depression. USA: New Harbinger Publications.
Murray. K. R., Granner, K. D., Peter. A. M. & Rodwell, W. V. 2003. Harper’s Illustrated Biochemistry. 26th ed. USA: Lange Medical Books/ McGraw-Hill.
NIH. 1994. Helpful Facts About Depressive Illnesses. National Institutes of Health Publication. 94-3875.
NIMH. 2008. Depression. USA: Department on Health and Human Service National Institutes of Health Publication.
Nutrition Data. 2008. Nutrition Facts: Dates, Deglet noor. http://www.nutrition data.com/facts/fruits-and-fruit-juices/1882/2. [25 September 2009].
OTIS. 2003. Stress and Pregnancy. http://www.otispregnancy.org /pdf/stress.pdf. [15 Desember 2009].
Petersen, Pete. 2009. The Drier Deglet Noor is One Great Date. http://www.oregonlive.com/foodday/index.ssf/2009/05/the_drier_deglet_noor_is_one_g.html. [28 Desember 2009].
Rakhmawan, Zaki. 2006. Kupas Tuntas Khasiat Kurma Berdasarkan Al Quran, Assunah dan Tinjauan medis modern dari Media Tarbiyah, Bogor. http://abuafif.wordpress.com/tag/references/. [8 September 2007].
Rees, A., Austin, M. & Parker, G. 2005. Role of omega-3 fatty acids as a treatment for depression in the perinatal period. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry. 39: 274–280.
Regina, Pudjibudojo, J. K. & Malinton, P. K. 2001. Hubungan Antara Depresi Postpartum Dengan Kepuasan Seksual Pada Ibu Primipara. Anima Indonesian Psychological Journal. 16 (3): 300-314.
Sadarjoen, Supardi, Sawitri. 2008. Rasa Salah Berkepanjangan, Indikasi Depresi?. http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/25/11345439/rasa.salah.berkepanjangan.indikasi.depresi. [28 Desember 2009].
Vorvick, Linda. & Zieve, David. 2009. Serum serotonin level. http://www. nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003562.htm. [30 September 2009].
Vyawahare, N. S., Pujari, R. R., Rajendran, R., Khsirsagar, A. D., Ingawale, D. K. & Patil, M. N. 2009. Neurobehavioral Effects of Phoenix dactylifera in Mice. Journal of
Young Pharmacists. 1 (3): 225-232.
Vyawahare, N., Pujari, R., Khsirsagar, A., Ingawale, D., Patil, M. & Kagathara, V. 2009. Phoenix dactylifera: An update of its indigenous uses, phy-tochemistry and pharmacology. The Internet Journal of Pharmacology. 7: 1.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, Bari, Abdul dan Rachimhadhi, Trijatmo. Editor. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Cetakan kesembilan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Williams, Sved, Anne. 2007. Antidepressants in Pregnancy and Breastfeeding. Aust Prescr. 30: 125-7. http://www.australianprescriber.com/magazine/ 30/5/125/7/. [22 September 2009].
Wurtman, R. J. & Wurtman, J. J. 1995. Brain serotonin, carbohydrate-craving, obesity and depression. Obes Res. 3 (4): 477S-480S.
Zaid, A. & de Wet, P.F. 2007. Chapter 1: Botanical and Systematic Description of The Date Palm. www.fao.org. [9 September 2007].
wah diblog in juga akhirnya
BalasHapuscata...kamukah ini ^_^.....kodokter :D
BalasHapus@ armouris: terimaksih infonya...
BalasHapus